Bisnis.com, JAKARTA - Konsumsi masyarakat pada saat liburan Natal 2022 dan Tahun Baru 2023 (Nataru) diproyeksikan akan kembali berfokus pada kebutuhan sekunder seperti sebelum wabah Covid-19 melanda Indonesia pada 2020 lalu.
Executive Director Nielsen Indonesia Wiwi Sasongko mengatakan, selama pandemi Covid-19 pada 2020 dan 2021, masyarakat Indonesia berfokus belanja untuk kebutuhan dasarnya. Namun, menjelang akhir tahun ini dan pada 2023, Wiwi memperkirakan konsumsi kebutuhan sekunder akan kembali mendominasi.
“Kita melihat bahwa barang-barang yang laku tahun ini dan tahun depan juga mulai akan bergeser. Ketika tahun 2020 dan 2021, kita balik ke kebutuhan dasar. Ketika 2020, kita banyak masak di rumah, sementara tahun 2019 kebutuhan sekunder, jalan-jalan, makan di luar,” ujar Wiwi, Senin (12/12/2022).
Dia memperkirakan ada dua tren belanja yang muncul mendekati akhir tahun ini dan tahun depan. Pertama, kebutuhan yang mengutamakan kenikmatan (feeling good) dan kebutuhan untuk memperbaiki penampilan (looking good).
“Contoh makan yang indulgence, snacking, itu kan membuat makin kita happy, walaupun perut kita makin besar. Kedua, adalah kebutuhan looking good, seperti fashion, kosmetik. Tadinya tiarap pada tahun ini, kelihatannya akhir tahun dan tahun depan akan mulai bisa balik,” jelas Wiwi.
Lebih lanjut, dia pun memperkirakan terkendalinya pandemi Covid-19 akan membuat keyakinan konsumen dalam belanja kembali meningkat. Sektor ritel yang terdampak parah selama 2 tahun belakangan akan kembali bergairah, paling tidak pertumbuhannya sekitar 4 persen pada 2022.
Baca Juga
“Dalam 2 tahun pandemi ritel kita low single digit. Boleh dibilang ritel roler coster, setiap ada PPKM, tiarap. Tapi tahun ini kita lebih stabil di ritel. Kita 2 bulan lalu lakukan survei, konsumen kita lebih pede, waktu dulu masih banyak yang masih ngeluh,” ujarnya.
Sementara itu, Ketua Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy Mandey menargetkan pertumbuhan penjualan ritel menjelang dan saat Nataru 2022/2023 bisa tembus 15 persen dibandingkan periode Nataru sebelumnya. Target tersebut seiring dengan pulihnya industri ritel dari keterpurukannya saat pandemi Covid-19.
Ia pun memperkirakan penjualan ritel modern sepanjang 2022 akan tumbuh sekitar 3,5 persen hingga 4 persen dibandingkan dengan tahun lalu.
"Jadi ini sesuatu yang mencerahkan bagi kami ketika kita akan memasuki 2023 yang penuh tantangan," imbuh Roy.
Di tengah berbagai tantangan pada tahun depan, kata Roy, Aprindo berkomitmen akan terus konsisten berkontribusi dalam pertumbuhan ekonomi dan menjaga tingkat inflasi.
Ia pun berharap pemerintah dapat menjaga daya beli masyarakat, terlebih untuk kaum marginal. Menurutnya, salah satu upaya dalam menjaga daya beli adalah dengan memberikan Bantuan Langsung Tunai (BLT) hingga Program Keluarga Harapan (PKH).
“Sekaligus juga pelaku usahanya diberikan stimulus, baik dari penangguhan pajak, kebijakan moneter fiskal misalnya. Itu pasti akan mendorong. Kita juga bicara relaksasi-relaksasi, itu sangat penting. Supaya pelaku usaha menyerap kerja, tenaga kerja untuk konsumsi,” katanya.