Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Koperasi dan UKM (Kemenkop UKM) menginisiasi pembentukan otoritas pengawasan untuk koperasi simpan pinjam (KSP) melalui Rancangan Undang-Undang (RUU) Perkoperasian.
Deputi Bidang Perkoperasian Kemenkop UKM Ahmad Zabadi mengungkapkan bahwa pengawasan untuk KSP akan dilakukan satu lembaga bernama Otoritas Pengawasan Koperasi atau OPK. Insitutsi ini bersifat independen dan tidak berada di bawah kedeputian di Kemenkop UKM.
"Kami inisiasi di RUU Perkoperasian akan dibentuk Otoritas Pengawas Koperasi. Jadi ke depan pengawasan koperasi kualitasnya sama yang dijalankan OJK [Otoritas Jasa Keuangan]," kata Zabadi dalam diskusi media, dikutip Rabu (7/12/2022).
Zabadi memastikan bahwa OPK akan didesain tidak sepenuhnya diisi orang-orang Kemenkop UKM saja, melainkan ada perwakilan dari gerakan koperasi dan stakeholder lainnya.
"Kita ada benchmark di beberapa negara, seperti AS dan Jepang, di mana pengawasan koperasi dilakukan dengan cara seperti ini. Tidak di bawah otoritas semacam OJK dan tidak di bawah bank sentral," ucap Zabadi.
Oleh karena itu, Zabadi memastikan bahwa pengawasan KSP sepenuhnya berada di bawah Kemenkop UKM, alias tidak di bawah Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Hal itu sudah ditegaskan dalam RUU Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (PPSK) dan juga RUU Perkoperasian.
Baca Juga
"Yang diatur di RUU PPSK itu, koperasi yang existing berada di sektor keuangan. Artinya, RUU PPSK itu hanya mengatur koperasi yang bersifat open loop," kata Zabadi.
Jadi, lanjut Zabadi, hanya koperasi yang bersifat open loop pengawasannya berada di bawah OJK. Contoh, BPR yang dimiliki koperasi, LKM yang berbadan hukum koperasi, dan asuransi berbadan hukum koperasi.
"Itu semua adalah koperasi yang bersifat open loop sehingga proses perijinan dan pengawasannya berada di bawah OJK," ucap Zabadi.
Sementara koperasi yang sifatnya close loop, kata Zabadi, adalah yang murni KSP. "KSP itu hanya yang dari, oleh, dan untuk anggota koperasi, serta tidak boleh menyelenggarakan kegiatan di luar usaha simpan pinjam," jelasnya.
Nantinya, KSP akan diatur rasio modalnya, rasio penyaluran, rasio batas maksimum pemberian kredit (BMPK) dan sebagainya. Pengaturan permodalan misalnya, sumber permodalan KSP tidak boleh dominan dari luar dan harus dominan dari anggota.
Selain pembentukan otoritas pengawas, dalam RUU Perkoperasian juga akan diusulkan dibentuknya lembaga penjamin simpanan (LPS) untuk koperasi.
Zabadi mengatakan, keberadaan lembaga penjamin simpanan koperasi ini akan menjadi komitmen esensial hadirnya negara untuk melindungi simpanan anggota koperasi.
Selain itu, lanjut Zabadi, keberadaan LPS koperasi akan menempatkan koperasi lebih setara dengan lembaga keuangan lain seperti perbankan.
"Kami melihat urgensinya LPS koperasi ini layak dituangkan ke dalam RUU Perkoperasian," kata Zabadi.
Zabadi mengungkapkan sudah ada komitmen bersama dengan Kementerian Keuangan untuk merumuskan satu model LPS bagi koperasi.
"Makanya, saya setuju hadirnya LPS koperasi ini harus didukung pengawasan yang efektif melalui OPK," ucapnya.
Zabadi menambahkan, pembahasan RUU Perkoperasian tidak perlu harus masuk ke dalam Prolegnas karena bersifat kumulatif terbuka. Dia menargetkan RUU tersebut dapat masuk pembahasan di DPR awal tahun depan.
"Begitu kami siap, mendapat persetujuan Presiden RI, kemudian diajukan ke DPR untuk dibahas. Saya berharap awal 2023 sudah bisa masuk DPR," kata Zabadi.