Bisnis.com, JAKARTA - Pebisnis logistik membeberkan deretan kerugian yang dialami selama sistem operasi di Jakarta International Container Terminal atau JICT eror dan mengalami gangguan sejak 17 November 2022 hingga hari ini.
Ketua Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) DKI Jakarta Adil Karim mengatakan salah satu kerugian yang dialami oleh pelaku logistik yakni masih berjalannya biaya penitipan atau inap kontainer (demurrage and detention), kendati operasional terminak tak berjalan lancar.
"Belum lagi kerugian [immaterial] karena para petugas kami di lapangan antre menunggu layanan sejak kemarin hingga hari ini," kata Adil dalam siaran pers, Jumat (18/11/2022).
Selain biaya inap kontainer, Adil menyebutkan sejumlah kerugian yang dialami oleh pelaku logistik maupun pemilik barang akibat gangguang operasional di JICT. Contohnya, barang ekspor yang telah siap masuk pelabuhan terpaksa tidak bisa closing dan berisiko tertinggal kapal sehingga biaya ekspor membengkak.
Kemudian, barang impor juga yang sudah mengantongi surat perintah pengeluaran barang atau SP2 disebut tidak bisa keluar gate out terminal. Hal itu lantaran sistem di pintu keluar juga eror dan peti kemas harus terkena tambahan biaya storage di container yard (CY) terminal.
Menurut Adil, sampai dengan pagi hari ini, Jumat (18/11/2022), pembuatan e-ticket di JICT bahkan tidak bisa dilakukan. Di sisi lain, belum ada keterangan dari manajemen terminal terkait dengan progres perbaikan sistem yang disebut error.
Baca Juga
"Katanya bisa manual, tetapi faktanya banyak perusahaan anggota kami saat melakukan layanan pembuatan kartu ekspor maupun impor tidak bisa dilakukan, bahkan yang sudah memegang kartu ekspor ataupun impor di JICT juga tidak bisa melakukan pemasukan maupun pengeluaran barang. Ini sudah amburadul semua sistem layanannya kalau seperti ini," tegasnya.
Oleh sebab itu itu, Adil mendesak manajemen Pelindo, JICT, dan Otoritas Pelabuhan (OP) Tanjung Priok untuk menempuh contingency plan yang lebih konkret lantaran pelayanan secara manual sampai dengan saat ini dinilai tidak mampu mengurai kepadatan yang terjadi.
Salah satunya, dengan mengalihkan sementara pelayanan ke terminal peti kemas lainnya di Pelabuhan Tanjung Priok. Harapannya, kegiatan perdagangan ekspor dan impor tidak terus terhambat dan menyebabkan biaya logistik pengguna jasa semakin membengkak.