Bisnis.com, JAKARTA - Pengusaha importir menyoroti biaya atau tarif pas untuk kendaraan truk barang di dua terminal yang berlokasi di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, yakni Jakara International Container Terminal (JICT) dan Terminal Petikemas (TPK) Koja.
Pengusaha yang tergabung dalam Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia atau Ginsi mempermasalahkan tarif pas trucking yang selama ini dibebankan kepada pemilik barang (peti kemas), bukan kepada operator truk. Ginsi menyebut tarif itu semakin memberatkan importir atau pemilik barang, hingga Rp27 miliar setahun.
"Biaya tersebut seharusnya tidak dibebankan kepada pemilik barang. Ini sesuatu yang aneh dan salah penerapan," terang Ketua Umum Ginsi Capt. Subandi, dikutip Kamis (5/1/2023).
Ginsi secara khusus menyoroti penerapan tarif pas di JICT dan TPK Koja. Subandi mengatakan bahwa mobil-mobil angkutan barang yang masuk ke area dua terminal tersebut merupakan kewenangan dari pengelola terminal, namun pada kenyataannya tarif pas yang dikenakan merupakan titipan dari PT Pelabuhan Indonesia (Persero) atau Pelindo Cabang Tanjung Priok.
"Mobil-mobil yang masuk ke area JICT dan Koja adalah kewenangan pengelola terminal tersebut, bukan cabang Pelindo Tanjung Priok. Saya sudah pernah memprotes pada management di 2 terminal tersebut dan didapat informasi bahwa pass truck adalah titipan [Pelindo] cabang Tanjung Priok," jelasnya.
Subandi menyayangkan pemberlakuan tarif pas yang dibebankan kepada pemilik barang. Hal tersebut justru mendorong biaya logistik yang semakin tinggi, sampai dengan akhirnya mendorong harga barang di tangan konsumen menjadi lebih mahal.
Baca Juga
Dia menyebut saat ini tarif pas ditagihkan kepada pemilik barang atau kontainer bersamaan dengan biaya lainnya di terminal seperti lift on dan storage pada saat peti kemas akan diambil oleh pemilik barang.
Tidak hanya itu, Subandi pun turut mengeluhkan tarif pas yang dipukul rata untuk seluruh ukuran kontainer, baik yang berukuran 20 feet maupun 40 feet. Tarif pas untuk seluruh ukuran kontainer disamaratakan menjadi Rp9.000 per box.
"Bayangkan jika pass truck dikenakan pada trucking-nya, mestinya mobil yang mengangkut 2 x 20 ft bayarnya hanya 1 kali [bukan 2 x Rp9.000]," jelasnya.
Menurut hitungan Subandi, biaya yang harus dikeluarkan oleh pemilik barang untuk tarif pas jika jika dihitung berdasarkan volume impor dalam setahun, bisa mencapai Rp27 miliar.
"Jika hal ini bisa di benahi paling tidak ada efisiensi biaya logistic sekitar 3 juta [ton kontainer box] X Rp9.000 = 27 miliar," ujar Subandi.
Oleh sebab itu, dia menilai aspek pengenaan tarif pas dinilai menyalahi ketentuan umum dan praktik good corporate governance (GCG). Para pihak yang mendapatkan penugasan untuk menekan biaya logistik diminta untuk serius menangani hal tersebut.
"Jangan hanya pungli yang seribu dua ribu di luar pelabuhan yang mendapat sorotan terus. Saatnya semua pihak serius dan sungguh-sungguh mau menertibkan hal-hal yang tidak sesuai di tahun 2023 ini," jelasnya.