Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Masyarakat Disarankan Beralih ke Kompor Listrik, Ini Sebabnya

Direktur Aneka Energi Baru dan Terbarukan, Ditjen EBTKE Kementerian ESDM Andriah Feby Misna menyarankan agar masyarakat beralih ke kompor listrik.
Sejumlah peserta memasak menggunakan kompor induksi di halaman kantor PLN UP3 Kota Bogor, Jawa Barat, Jumat (15/2/2019)./ANTARA-Arif Firmansyah
Sejumlah peserta memasak menggunakan kompor induksi di halaman kantor PLN UP3 Kota Bogor, Jawa Barat, Jumat (15/2/2019)./ANTARA-Arif Firmansyah

Bisnis.com, JAKARTA – Direktur Aneka Energi Baru dan Terbarukan Ditjen EBTKE Kementerian ESDM Andriah Feby Misna menyarankan agar masyarakat beralih ke kompor listrik.

Menurut dia, pasokan listrik di Pulau Jawa over supply, namun harga listrik saat ini tidak menerapkan prinsip ekonomi, sehingga harga tidak turun. Padahal, kalau mengikuti hokum ekonomi, maka bila pasokan berlebih harga akan turun atau jauh lebih murah.

Dikatakan, kontrak untuk listrik ada standar operasional prosedur (SOP) tersendiri, dan menjadi beban tersendiri untuk Perusahaan Listrik Negara (PLN).

Menurutnya, pembayaran listrik masyarakat saat ini justru dibantu oleh pemerintah dengan dana APBN, sehingga menjadi beban pemerintah.

“Harga listrik tidak mengikuti hukum ekonomi, kontrak untuk listrik ada SOP, dan menjadi salah satu beban buat PLN, kalaupun melihat harga listrik, masih ada harga yang jauh dari harga PBB, karena ditutupi oleh pemerintah atau APBN,” kata Feby Misna dalam talk show “Kesiapan Energi Terbarukan dan Nuklir dalam Mendukung Pencapaian Net-Zero Emission” yang digelar Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) melalui Deputi Bidang Kebijakan Pembangunan di Jakarta pada Senin (24/10/2022).

Feby menuturkan, bahwa bantuan dari pemerintah membuat harga listrik tidak terlalu besar dan kondisi keuangan PLN juga akan menjadi lebih baik, meski menjadi beban untuk pemerintah.

Sementara itu, Anggota Akademisi Dewan Energi Nasional Agus Puji Prasetyono, mengatakan listrik mahal atau tidak tergantung keuangan masyarakat.

“Kalau kita bicara masalah listrik mahal atau tidak itu tergantung kita punya uang untuk bayar listrik atau tidak. Pertama, adalah harga listrik harus sesuai dengan GDP (gross domestic product) kita, GDP kita bisa mengikuti harga listrik jika demand energi ada,” kata Agus.

Menurutnya, ada tiga tahapan dalam kemajuan energi yaitu, resource driven, efficiency driven dan innovation driven.

Resource driven, kita mendrive kemajuan negara dengan menjual sumber daya alam, lalu berdasarkan efficiency driven dan innovation driven, yaitu bahan mentah menjadi barang jadi, nilai tambah ada, demand akan tumbuh, sehingga pendapatan perkapita kita akan meningkat, sebenarnya itu yang menjadi cita-cita kita dengan pertumbuhan ekonomi yang 6 persen tahun 2035, keluar dari middle income trap,” lanjut Agus.

Disebutkan, yang menjadi kunci bahwa GDP naik adalah dengan mengimplementasi innovation driven. Pembangkit listrik pun harus jalan untuk membantu industri, dan energi yang sudah cukup perlu adanya inovasi, maka akan ada nilai tambah.

“Pembangkit harus jalan untuk membantu industri, stabil, kuat, handal, dan harus kita upayakan sekarang, jika energi sudah cukup maka perlu adanya inovasi, nilai tambah harus ada,” ujarnya.

Lebih lanjut, dia menyinggung pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi), yang melarang ekspor bahan mentah. Menurutnya, inovasi membuat nilai tambah, sehingga membayar listrik akan terasa lebih ringan.

“Maka Jokowi bilang jangan ekspor lagi bahan mentah, harus barang jadi, sehingga ada nilai tambah dan income perkapita akan meningkat, maka bayar listrik akan terasa ringan,” pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Erta Darwati
Editor : Nancy Junita
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper