Bisnis.com, JAKARTA — Institute for Essential Services Reform (IESR) mengusulkan struktur pembiayaan untuk program pensiun dini pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) berbasis batu bara digabungkan dengan rencana investasi energi baru dan terbarukan (EBT).
Usulan itu disampaikan untuk mengakomodasi kebijakan sejumlah negara dan lembaga keuangan internasional yang tidak dapat mendanai program pensiun dini PLTU berbasis energi fosil tersebut.
“Kalau hanya pensiun dini PLTU saja tidak menarik, kita usulkan PLTU-nya itu diganti dengan EBT jadi itu dalam satu paket di-bundle begitu pakai blended finance. Itu banyak yang mau,” kata Direktur IESR Fabby Tumiwa saat dihubungi, Kamis (13/10/2022).
Menurut Fabby, struktur pembiayaan pensiun dini PLTU yang dibarengi dengan investasi lanjutan pada pengembangan EBT akan menarik minat pendanaan global.
“Swasta bisa masuk hanya lewat dukungan untuk program EBT, jadi sementara untuk coal retirement ini harus dipikirkan struktur pendanaanya,” ujarnya.
Sebelumnya, PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) mengatakan mobilisasi pembiayaan untuk mendanai program pensiun dini PLTU batu bara masih sulit dilakukan hingga saat ini.
Direktur Pembiayaan dan Investasi PT SMI, Sylvi Juniarty Gani, beralasan pembiayaan pada program itu dinilai terlalu berisiko bagi lender lantaran belum masuknya pensiun dini PLTU ke dalam taksonomi pembiayaan transisi energi.
“Tantangan dari pensiun dini PLTU dari perspektif pendanaan adalah lender potensial selalu melihat program ini terlalu riskan karena eksposur yang tinggi pada batu bara,” kata Sylvi dalam acara Indonesia Sustainable Energy Week (ISEW), Jakarta, Senin (10/10/2022).
Absennya pensiun dini dalam taksonomi hijau itu, kata Sylvi, ikut menyulitkan pemerintah untuk menarik pendanaan dari bank komersial untuk mempercepat program transisi energi mendatang.
Kendati demikian, dia mengatakan, pemerintah tengah mendorong program pensiun dini PLTU batu bara itu dapat disisipkan ke dalam taksonomi hijau pada KTT COP27 di Mesir awal November nanti. Dia berharap langkah itu dapat memudahkan pendanaan awal untuk melakukan pensiun dini pembangkit berbasis energi fosil tersebut.
“Kita berharap pada COP 27 nanti sejumlah aliansi multilateral akan mengajukan konsensus untuk memasukkan pensiun dini PLTU sebagai taksonomi transisi energi untuk menggalakkan pendanaan mendatang,” ungkapnya.