Bisnis.com, JAKARTA - Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan mengusulkan dana Rp100 triliun untuk menyerap hasil pertanian dari para petani.
Mendag Zulhas menjelaskan usulan tersebut disampaikan agar petani lebih sejahtera dan harga bahan pokok seperti beras, jagung, dan lain-lainnya bisa terjaga pasokannya dan harganya terjangkau.
“Petani kita itu dari 50 tahun tidak beranjak kesejahteraannya. Sama saja. Nah, kita ingin agar petani itu mengurus pertanian saja, tidak usah mengurusi harga. Nah kita akan atur itu. Rp100 triliun kita ajukan setahun,” ujar Mendag Zulhas dalam acara Kinerja 100 Hari Kerja Menteri Perdagangan di Auditorium Kemendag, Minggu (25/9/2022).
Zulhas mengungkapkan, usulan tersebut sudah disepakati oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi). Nantinya pihak perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang akan menyerap hasil pertanian petani.
“Nanti ada RNI atau Bulog yang akan melakukan itu rencananya. Memang mesti harus duduk bareng lagi,” ujarnya.
Zulhas meyakini jika usulan tersebut telah direalisasikan, maka kebutuhan pangan nasional akan tercukupi dan akan meminimalisir impor pangan.
“Saya yakin ini kita tidak akan impor jika pemerintah mengatur ini,” jelasnya.
Menurut Zulhas saat ini kebutuhan pokok relatif stabil. Meski demikian, kondisi pangan Indonesia masih rawan disebabkan tidak adanya cadangan pangan, selain beras.
“Negara ini nggak ada stoknya, jagung nggak ada, kedelai nggak ada. Makanya ini harus ditata lagi,” ujar Zulhas.
Apalagi, kata dia, harga beras pun saat ini sedang merangkak naik di beberapa daerah karena harga gabah dari Rp4.500 per liter naik jadi Rp5.500 per liter. Dia menegaskan, persoalan beras tidak akan tawar menawar, sebab pengaruhnya terhadap inflasi sangat tinggi.
“Terhadap inflasi 3,3 persen. Beras langka tidak kebayang. Impor pun saya rela, agar itu betul-betul dijaga. Kalau mahal harus ada operasi pasar,” tegasnya.
Oleh karena itu, Zulhas mengatakan peran Bulog harus dikembalikan seperti dulu sebagai stabilitator harga. Pasalnya, kondisi Bulog saat ini dinilai sulit mendistribusikan stoknya karena bantuan sosial atau bansos berupa uang tunai.
“Dulu kan ada beras raskin, rastra disalurin 3 bulan sekali. Sekarang kan Bulog harus jualan juga, sulitlah dia. Jadi Bulog harus kayak dulu sebagai stabilitator, bukan komersil,” ungkapnya.