Bisnis.com, JAKARTA — Kenaikan suku bunga The Fed berpotensi melanjutkan tren arus modal keluar atau capital outflow yang sudah terjadi di negara-negara berkembang.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan bahwa dinamika capital outflow di negara-negara berkembang sudah terjadi dari masa normalisasi kebijakan Amerika Serikat, hingga saat kenaikan suku bunga The Fed pada semester I/2022.
"Dari mulai normalisasi, atau yang disebut kenaikan suku bunga yang kemudian menimbulkan dampak, itu sudah mulai terjadi selama ini. Tahun 2022 ini sebetulnya capital outflow dari emerging country sudah sangat terjadi dan bahkan cukup dramatis," ujar Sri Mulyani pada Kamis (22/9/2022).
Suku bunga The Fed diyakini akan naik hingga 4 persen pada tahun depan, sehingga akan terdapat beberapa kenaikan dalam rapat-rapat dewan gubernur selanjutnya.
Menurut Menkeu, hal tersebut sudah menjadi pertimbangan dalam perkiraan dinamika capital outflow negara-negara berkembang, termasuk Indonesia.
Sri Mulyani menyebut bahwa setiap negara, khususnya negara berkembang, harus semakin memperkuat keamanan dan resiliensi mereka di tengah kondisi saat ini.
Baca Juga
Pasalnya, The Fed menunjukkan sikap yang sangat tegas dan keras terkait kebijakan moneternya, dengan fokus menangani inflasi.
"Tentu yang pertama [harus diperkuat] adalah neraca pembayaran mereka. Kalau Indonesia alhamdulillah neraca perdagangan kita masih surplus 28 bulan berturut-turut, cadangan devisa kita relatif tetap stabil, jadi kita tetap harus waspada terhadap kemungkinan gejolak dari capital flow itu karena kenaikan suku bunga yang sangat hawkish," ujar Sri Mulyani.
Adapun, Sri Mulyani menilai bahwa langkah The Fed menaikkan suku bunga 75 basis poin sesuai dengan perkiraan pemerintah.
Menurutnya, The Fed sudah memperhitungkan konsekuensi kenaikan suku bunga terhadap pelemahan ekonomi negaranya.
"Negara-negara berkembang harus selalu mewaspadai kebijakan di Amerika Serikat," imbuhnya.