Bisnis.com, JAKARTA - Perusahaan jasa kurir dan logistik kini tengah berpacu untuk melakukan efisiensi di tengah kabar rencana kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM).
Isu kenaikan harga BBM berembus semakin kencang dan diprediksi terjadi pada September 2022 ini. Hal ini mengingat Menteri Keuangan Sri Mulyani telah menyampaikan bahwa negara harus menyubsidi lebih dari setengah nilai jualnya untuk BBM Solar dan hampir setengah dari nilai jualnya untuk Pertalite.
Berdasarkan paparannya, mantan Direktur Pelaksanan Bank Dunia tersebut menjelaskan harga keekonomian Pertalite saat ini adalah Rp14.450/liter, sementara harga jual ecer saat ini Rp7.650/liter. Artinya ada selisih harga sebesar Rp6.800/liter atau subsidi APBN sebesar 47,1 persen. Sementara itu, untuk solar harga seharusnya adalah Rp13.950/liter, sedangkan harga jualnya Rp5.150/liter, artinya ada selisih harga Rp8.800 atau subsidi sebesar 63,1 persen.
Asosiasi Perusahaan Jasa Ekspres Indonesia (Asperindo) juga telah mengimbau para anggotanya untuk minimal menaikkan tarif sebesar 10 persen sesuai dengan kondisi layanan atau Service Level Agreement atau SLA mengantisipasi isu kenaikan tarif tersebut. Tentunya, dengan membesarnya kue perusahaan logistik, perusahaan jasa kurir dengan jenis layanan yang sama pun dituntut untuk tetap efisien dan kompetitif agar bisa mempertahankan loyalitas pelanggan di sektor e-commerce.
VP Sales dan Marketing Anteraja Andri Hidayat mengatakan sudah mengetahui terkait imbauan dari asosiasi tersebut. Menurutnya keputusan untuk menjalankan imbauan tersebut atau tidaknya diserahkan kembali ke setiap perusahaan. Anteraja pun masih mempertimbangkan imbauan tersebut.
Baca Juga
Saat ini, langkah antisipasi yang dilakukan oleh Anteraja adalah dengan memaksimalkan seluruh infrastruktur untuk peningkatan kapasitas operasional perusahaan dan memangkas proses kerja yang repetitif. Salah satu implementasinya adalah penggunaan Robotic Sorting yang terbukti meningkatkan produktivitas dan mempercepat proses pemilahan barang.
Dia pun justru tak terlalu mau memusingkan kenaikan harga BBM. Alasannya, kenaikan harga BBM ini tidak akan mengurangi minat belanja secara online. Justru hal ini berpotensi meningkatkan tren belanja online karena masyarakat mulai mengurangi kegiatan bepergian. Hal ini sejalan dengan target yang Anteraja tetapkan
“Saat ini Anteraja masih menunggu kepastian dan kelanjutan dari rencana kenaikan BBM yang tentunya nanti akan berpotensi untuk berdampak pada rantai operasional perusahaan. Namun hal ini perlu dipelajari, dan dikaji terlebih dahulu secara seksama. Diperlukan pertimbangan dan perhitungan yang sangat matang untuk memutuskan hal ini,” ujarnya, Senin (29/8/2022).
Saat ini Anteraja memiliki 6 layanan utama, yakni layanan Economy, Regular, Same Day, Next Day, Frozen dan Cargo. Sebagai rinciannya, Untuk layanan Economy, tarif dimulai dari harga Rp4.500/Kg. Untuk layanan Regular, tarif dimulai dari harga Rp5.000/Kg. Untuk layanan Next Day, tarif dimulai dari harga Rp7.000/Kg. Untuk layanan Same Day, tarif dimulai dari harga Rp17. 500/ 5 Kg. Untuk layanan Frozen, tarif dimulai dari harga Rp 17.000/ 5 Kg. Sementara untuk layanan Cargo, tarif dimulai dari harga Rp 36.000/ 30 Kg.
Digitalisasi
Andri tak menampik kalau efisiensi melalui digitalisasi merupakan kunci penting dalam industri logistik. Salah satunya dengan mengimplementasi sistem yang dapat menguntungkan dan memudahkan konsumen. Anteraja baru-baru ini mengeluarkan layanan Payment on Delivery (PayOD), modifikasi layanan Cash on Delivery (CoD) yang lebih memudahkan kurir dan penerima paket untuk melakukan pembayaran.
Melalui layanan Payment on Delivery, pelanggan dapat dengan mudah melakukan pembayaran hanya dengan scan QR code yang disediakan oleh Kurir Anteraja. Dengan demikian, transaksi menjadi lebih mudah, pelanggan tidak lagi perlu repot menyediakan uang tunai dalam jumlah pas.
Efisiensi internal juga harus dijaga dengan mengembangkan berbagai inovasi guna merambah ceruk pasar logistik untuk menambah diversifikasi layanan bisnis pengiriman. Perusahaan jasa kurir yang identik dengan warna pink ini pun berusaha untuk selalu mengikuti tren peluang bisnis yang ada dan selalu melakukan pengembangan layanan.
VP Marketing JNE Eri Palgunadi menilai BBM bukan merupakan komponen biaya dominan dalam penentuan biaya kirim. Namun sedikit banyak akan mempengaruhi kepada beban biaya operasi secara keseluruhan. Oleh karenanya, operator logistik harus mencari solusi yang terbaik dalam memecahkan persoalan tersebut.
“Terkait dengan adanya penyesuaian harga BBM yang terjadi, JNE telah melakukan antisipasi melalui biaya variable lainnya agar JNE dapat terus mempertahankan kualitas pelayanan kepada seluruh pelanggan,” katanya.
Meski demikian, Eri juga mengaku sampai saat ini belum memiliki rencana untuk menaikan biaya pengiriman.