Bisnis.com, JAKARTA – Kalangan pertekstilan nasional meminta pemerintah bertanggung jawab atas tutupnya puluhan perusahaan tekstil dan produk tekstil (TPT) yang berujung pada pemutusan hubungan kerja (PHK) massal di Indonesia.
Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) Redma Gita Wirawasta menyampaikan pemerintah dalam dua tahun terakhir sengaja membiarkan sektor TPT berada dalam gempuran produk impor.
“Kalangan pertekstilan nasional meminta pertanggung jawaban pemerintah atas terjadinya PHK dan penutupan 60 perusahaan TPT, termasuk yang terakhir Sritex,” tegas Redma dalam keterangannya, Minggu (9/3/2025).
Dia menilai, pemerintah paham betul bahwa maraknya barang impor murah yang masuk, baik secara legal maupun ilegal, merupakan masalah utama sektor TPT di Indonesia.
Solusinya pun jelas, yakni mengendalikan impor legal dan memberantas praktik importasi ilegal. Dalam hal ini, kata Redma, pihaknya mendesak pemerintah untuk menegakkan hukum dan memperbaiki kinerja Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC).
Sayangnya, Redma melihat pemerintah setengah hati dalam mengendalikan produk impor dalam negeri. Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No.36/2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor yang baru berlaku tiga bulan direlaksasi menjadi Permendag No.8/2024.
Baca Juga
“Apa lagi yang ilegal, pemerintah tutup mata bahkan enggan mengakuinya. Seakan semua baik-baik saja, padahal mudah dilihat kasat mata,” ujarnya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) Rayon Tekstil Agus Riyanto menilai bahwa pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dapat melakukan langkah penyelamatan industri manufaktur dengan melakukan ‘bersih-bersih’ di sejumlah kementerian.
Pasalnya, kementerian-kementerian ini disebut menjadi biang kerok runtuhnya industri manufaktur Tanah Air, khususnya industri TPT.
Menurutnya, hal tersebut dapat mulai dilakukan dari Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Dia menilai, kinerja kementerian ini menghambat agenda pengendalian produk impor.
“Sudah rahasia umum jika relaksasi impor yang mengubah Permendag No.36/2023 didorong oleh kementerian ini,” tegas Agus.
Kementerian, berikutnya yakni Kementerian Keuangan (Kemenkeu), utamanya Bea Cukai. Dia menilai, Bea Cukai selama ini menjadi muara praktik importasi ilegal.
Kendati begitu, dia mengakui bahwa tidak mudah untuk membersihkan Bea Cukai lantaran oknum yang terlibat hampir berada di semua lapisan. Untuk itu, dia mengusulkan agar pemerintah membekukan Bea Cukai dan diganti dengan sistem pre-shipment inspection.