Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengatakan sejumlah perusahaan minyak dan gas (Migas) kelas kakap yang sempat hengkang akhir tahun lalu kembali menyatakan minatnya untuk melakukan kegiatan eksplorasi dan eksploitasi di sejumlah lapangan prospektif di Indonesia.
Arifin mengatakan manuver itu belakangan disebabkan karena disrupsi pasokan energi di tengah tensi geopolitik perang Rusia-Ukraina yang menyebabkan distribusi dan harga komoditas minyak dan gas makin ketat sejak awal tahun ini.
Di sisi lain, temuan sumber daya gas di Blok Andaman II turut menjadi faktor pendorong ketertarikan perusahaan global itu kembali ke Indonesia.
“Beberapa international company besar-besar yang dulu hengkang sekarang juga sudah mau datang lagi,” kata Arifin saat ditemui di Kementerian ESDM, Jakarta, Rabu (20/7/2022).
Arifin mengatakan kementeriannya juga sempat melakukan roadshow atau penjajakan rutin ke sejumlah perusahaan global itu untuk membicarakan potensi temuan sumber daya Migas yang terbilang prospek di Tanah Air.
“Sekarang hasil dari roadshow ini sudah ada respon sudah ada tanda-tanda tinggal kita bagaimana menyambutnya,” kata dia.
Baca Juga
Sebelumnya, Asosiasi Perusahaan Migas Nasional (Aspermigas) meminta Uni Eropa untuk ikut berinvestasi di sektor hulu minyak dan gas (Migas) seiring dengan permintaan gas alam cair atau Liquefied Natural Gas (LNG) yang belakangan meningkat dari benua biru itu. Permintaan itu disampaikan saat Duta Besar Uni Eropa untuk Indonesia Vincent Piket bertemu dengan pengurus Aspermigas terkait dengan rencana pembelian LNG tahun ini.
Direktur Aspermigas Moshe Rizal menuturkan asosiasinya meminta Uni Eropa untuk mengintensifkan investasi pada sektor hulu Migas Indonesia jika ingin mendapatkan pasokan LNG di tengah penolakan impor energi dari Rusia. Alasannya, Indonesia memerlukan pendanaan modal yang cukup besar untuk meningkatkan kapasitas produksi gas di tengah ongkos eksploitasi dan eksplorasi yang mahal.
“Saya usulkan kemarin kepada pak Dubes Uni Eropa kalau mau gas dari Indonesia perusahaan kalian harus investasi di Indonesia, tidak hanya sebagai pembeli tetapi juga investor,” kata Moshe saat dihubungi, Senin (18/7/2022).
Moshe mengatakan PT Pertamina (Persero) bersama dengan sejumlah Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) swasta relatif memerlukan bantuan dana yang relatif besar untuk mengembangkan lapangan Migas prospektif di dalam negeri.
Di sisi lain, Uni Eropa memerlukan pasokan gas yang relatif tinggi dari beberapa lapangan Migas besar di sejumlah negara. Menurut Moshe, Uni Eropa membutuhkan setidaknya 25 hingga 40 triliun kaki kubik (trillion cubic feet/TFC) setiap harinya.
“Saya bilang misalnya dari sisi Masela, Shell kan mau keluar, tolong dibujuk kembali mungkin mereka bisa tidak keluar untuk meneruskan proyek di Lapangan Abadi,” tuturnya.