Bisnis.com, JAKARTA — Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) belum berencana untuk memperlebar portofolio pengembangan blok minyak dan gas (Migas) pada wilayah non konvensional di tengah momentum harga minyak mentah yang sedang tinggi tahun ini.
Direktur Asosiasi Perusahaan Migas Nasional (Aspermigas) Moshe Rizal mengatakan biaya investasi dan risiko pada pengembangan wilayah kerja Migas non konvensional relatif tinggi jika dibandingkan dengan blok pengembangan konvensional.
Dengan demikian, Moshe mengatakan KKKS masih berupaya mengoptimalkan produksi pada portofolio pada lapangan konvensional mereka di tengah momentum harga komoditas yang relatif tinggi sejak awal tahun ini. “Dengan kondisi saat ini agak sulit karena tingkat risiko dan biaya yang lebih tinggi tadi,” kata Moshe saat dihubungi, Selasa (19/7/2022).
Moshe mengatakan pengembangan blok Migas non konvensional perlu disokong kebijakan dan insentif fiskal yang fleksibel untuk meningkatkan minat investor pada proyek alternatif produksi hulu Migas nasional tersebut.
“Wilayah kerja Migas Non Konvensional membutuhkan fleksibilitas yang tinggi dari sisi pengembangannya karena perlunya melakukan banyak trial and error yang membuat biaya pengembangan lebih tinggi,” kata dia.
Seperti diberitakan sebelumnya, Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) tengah mendorong sejumlah insentif fiskal untuk menarik minat investor mengerjakan wilayah kerja minyak dan gas (Migas) non konvensional di tengah mandeknya lifting migas di blok konvensional.
Baca Juga
Paket insentif fiskal itu untuk menjawab potensi sumber daya Migas non Konvensional yang dianggap prospektif di beberapa wilayah kerja. Berdasarkan proyeksi SKK Migas, sumber daya minyak di wilayah kerja non konvensional itu mencapai 6,3 miliar barel sementara gas di kisaran 6,1 triliun kaki kubik (trillion cubic feet/TCF).
“Pada prinsipnya Migas non konvensional ini potensinya ada tetapi untuk pengembangannya membutuhkan pengetahuan, pengembangan yang baru kita harus bisa sangat efisien oleh karena itu perlu regulasi dan dukungan fiskal tertentu,” kata Plt. Kepala Divisi Program dan Komunikasi SKK Migas Mohammad Kemal saat Sharing Session Jurnalis, Tangerang Selatan, Selasa (19/7/2022).
Ihwal pengembangan itu, Kemal mengatakan, lembangannya tengah mendorong kebijakan fiskal dan pengaturan yang efisien berkaitan dengan karakteristik pengembangan WK Migas non Konvensional yang menuntut relaksasi pada sektor logistik pengeboran.
“Yang pasti di Amerika regulasinya tax and royalty benar-benar sangat sedikit birokrasi dan fleksibel begitu karena Migas non konvensional sangat membutuhkan itu,” kata dia.
SKK Migas mengidentifikasi terdapat tiga wilayah kerja non konvensional prospektif yang tersebar di WK Rokan, beberapa wilayah kerja di Sumatera Utara dan Kalimantan Timur. Adapun, PT Pertamina (Persero) telah menjalin kerja sama dengan salah satu produsen Migas non konvensional asal Midland, Amerika Serikat terkait dengan upaya pengembangan blok milik mereka sejak tahun lalu.
“Kita bekerja sama dengan salah satu produsen Migas non konvensional terbesar di Midland Amerika Serikat mereka punya ketertarikan besar untuk mengembangkan Migas non konvensional di Indonesia semua masih dikaji termasuk regulasi dan sistem fiskalnya,” kata dia.