Bisnis.com, JAKARTA – Asosiasi Pengusaha Tempat Penimbunan Sementara Indonesia (Aptesindo) meminta agar dwelling time di Pelabuhan Tanjung Priok tetap terjaga tidak lebih dari tiga hari sesuai dengan ketentuan Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) No.116/2016 tentang pemindahan barang yang melewati batas waktu penumpukan.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Tempat Penimbunan Sementara Indonesia (Aptesindo) HM Roy Rayadi mengatakan sejak awal perusahaan Tempat Penimbunan Sementara (TPS) lini dua anggota Aptesindo secara konsisten mendukung Permenhub No. 116/2016.
Sebagai buffer terminal lini satu di pelabuhan, pihaknya mendukung agar otoritas Pelabuhan Tanjung Priok dapat secara tegas mengawal pengamalan beleid itu untuk menekan dwelling time kurang dari tiga hari, sebagaimana target Pemerintahan Presiden Joko Widodo.
Menurutnya, selama ini eksistensi TPS lini dua yang menjadi buffer terminal lini satu pelabuhan Tanjung Priok telah memiliki kapasitas terpasang yang memadai guna menampung relokasi peti kemas yang telah melewati batas penumpukan, sesuai beleid itu.
"Bahkan fasilitas TPS anggota kami juga telah dilengkapi dengan sistem IT yang terintegrasi dan peralatan yang memadai sama dengan di lini satu terminal. Bahkan untuk autogate sistem di TPS lini dua yang terkoneksi dengan sistem pengawasan kepabeanan dan cukai," ujarnya, Minggu (10/7/2022).
Disisi lain, ujar Roy, bisnis utama terminal peti kemas adalah stevedoring atau bongkar muat, bukan mengandalkan pendapatan dari penumpukan.
Baca Juga
Adapun, kegiatan relokasi peti kemas impor yang telah melewati batas waktu penumpukan dari terminal lini satu ke TPS lini dua masih relatif lebih efisien ketimbang jika barang impor tetap ditimbun di container yard terminal peti kemas atau lini satu lantaran mesti terkena biaya storage progresif hingga 900 persen.
"Jadi intinya kalau PM [Permenhub] 116/2016 itu dijalankan dengan baik dan didukung penuh oleh semua pengelola terminal peti kemas, kami meyakini dwelling time di pelabuhan Priok bisa lebih terjaga tidak lebih dari tiga hari ," jelasnya.
Fungsi TPS tersebut selama ini sebagai penopang atau backup area penumpukan peti kemas impor untuk menghindari kepadatan peti kemas di kawasan pabean lini satu pelabuhan serta menjaga kelancaran arus barang maupun dwelling time.
Sesuai dengan regulasi bahwa terhadap peti kemas impor yang telah melampaui masa penumpukan tiga hari di lini satu pelabuhan tetapi belum selesai kepengurusan pabeannya, harus dilakukan pindah lokasi penumpukan (PLP) atau overbrengen ke lokasi TPS.
Adapun, biaya yang muncul dari kegiatan PLP itu telah sesuai aturan berlaku dan melalui kesepakatan antar asosiasi penyedia dan pengguna jasa di pelabuhan.
Roy menuturkan untuk mencapai ekosistem efisiensi logistik ekosistem juga dihitung secara door-to-door. Aktivitas pelabuhan merupakan salah satu bagian dari ekosistem logistik itu.
"Sementara untuk yang di luar pelabuhan, seperti kelancaran sisi transportasi daratnya atau trukckingnya, aktivitas di depo diluar pelabuhan juga perlu dibenahi jika ingin logistik nasional lebih efisien," jelas Roy.
Adapun dwelling time merupakan waktu yang dihitung mulai dari suatu peti kemas dibongkar muat dan diangkat dari kapal sampai peti kemas tersebut meninggalkan terminal melalui gate utama pelabuhan.
Berdasarkan informasi dashboard INSW, dwelling time di pelabuhan Tanjung Priok selama periode semester 1/2022 yakni pada Januari 2,76 hari, Februari 2,81 hari, Maret 2,68 hari, April 2,82 hari, kemudian pada Mei mencapai 3,95 hari sedangkan Juni 3,09 hari.
Jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, dwelling time pelabuhan Tanjung Priok pada Januari 2021 tercatat 3,10 hari, Februari 2,55 hari , Maret 2,45 hari, April 2,49 hari, Mei 3,05 hari dan pada Juni 2,86 hari.