Bisnis.com, JAKARTA - Risiko resesi di beberapa negara Asia meningkat karena harga barang naik sehingga memacu bank sentral untuk mempercepat laju kenaikan suku bunga mereka, menurut survei ekonom terbaru Bloomberg.
Dilansir Bloomberg pada Kamis (7/7/2022), Sri Lanka menunjukkan kemungkinan resesi hingga 85 persen pada tahun depan, naik dari peluang 33 persen dalam survei sebelumnya. Negara ini mencatatkan peningkatan tertinggi di kawasan itu.
Para ekonom juga menaikkan ekspektasi mereka untuk peluang resesi di Selandia Baru, Taiwan, Australia, dan Filipina yang berturut-turut menjadi 33 persen, 20 persen, 20 persen dan 8 persen. Bank sentral di negara tersebut telah menaikkan suku bunga untuk menjinakkan inflasi.
Sementara itu, potensi resesi di beberapa negara Asia tetap tidak berubah dalam survei tersebut. Para ekonom memprediksi adanya kemungkinan China memasuki gerbang resesi sebesar 20 persen. Adapun untuk Korea Selatan dan Jepang masing-masing diperkirakan ada potensi resesi hingga 25 persen.
Perekonomian di Asia cenderung lebih tangguh ketimbang di kawasan lainnya seperti Amerika Serikat dan Eropa.
Kepala Ekonom Asia Pasifik Moody’s Analytics Inc., Steven Cochrane mengatakan kenaikan harga energi telah melanda Jerman dan Prancis dengan dampak yang menyebar ke seluruh kawasan.
Baca Juga
Menurutnya, risiko resesi Asia masih sekitar 20 - 25 persen. Adapun di Amerika dan Eropa masing-masing mencapai 40 persen dan 50 - 55 persen.
Model Bloomberg Economics menempatkan peluang resesi AS sebesar 38 persen dalam 12 bulan ke depan, naik dari sekitar 0 persen hanya beberapa bulan sebelumnya.
Model tersebut menggabungkan berbagai faktor mulai dari izin perumahan dan data survei konsumen hingga kesenjangan antara hasil surat utang AS 10 tahun dan 3 bulan.