Bisnis.com, JAKARTA – Seiring dengan semakin terkendalinya pandemi Covid-19 di Indonesia, pemerintah telah melonggarkan peraturan pembatasan sosial. Pelonggaran aturan pembatasan ini menyebabkan aktivitas perekonomian dan mobilitas masyarakat mulai berangsur normal. Hal tersebut terlihat dari sektor pariwisata, terutama perhotelan menjelang Lebaran yang mulai menggeliat.
Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), Hariyadi Sukamdani menyebutkan sektor perhotelan pada tahun ini mulai membaik.
“Secara nasional, tingkat hunian mencapai sekitar 250.000 kamar,” terang Hariyadi, Selasa (26/4/2022).
Menurutnya, dibandingkan dengan kuartal I/2021 dengan tingkat okupansi hotel nasional hanya 20 persen saja, tingkat okupansi hotel nasional pada kuartal I/2022 mencapai 30–35 persen.
Hariyadi menyebutkan kontributor okupansi hotel terbesar pada kuartal I/2022 adalah Kota Bogor dan Kota Cirebon.
“Sejauh ini, tingkat okupansi tertinggi pada kuartal I/2022 adalah Kota Bogor dengan tingkat okupansi mencapai 70 persen. Demikian pula dengan Kota Cirebon,” imbuhnya.
Tingkat hunian hotel di Ibu Kota Negara dipastikan meningkat dengan adanya libur Lebaran. Ketua BPD Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Provinsi DKI Jakarta, Sutrisno menyebutkan okupansi hotel yang cenderung menurun selama Ramadan akan meningkat pada hari libur Idulfitri.
“Saat Ramadan okupansi hotel menurun. Akan tetapi selama 7 hari pada libur Lebaran, okupansi hotel di Jakarta meningkat 20 – 30 persen,” ujar Sutrisno, Selasa (26/04/2022).
Sutrisno memproyeksikan lonjakan okupansi hotel di Jakarta akan terjadi pada Oktober hingga Desember.
“Untuk business hotel, okupansi tertinggi akan terjadi selama Oktober – Desember, karena banyak orang yang harus menyelesaikan pekerjaan pada akhir tahun. Sementara itu, untuk hotel keluarga lonjakan akan terjadi pada bulan Desember, bertepatan dengan libur akhir tahun,” papar Sutrisno.
Kendati okupansi hotel di Jakarta mengalami peningkatan, menurut Sutrisno, hal tersebut tidak diikuti dengan peningkatan pendapatan harian rata-rata.
“Tingkat keterisian kamar hotel memang tinggi, tetapi karena pemberlakuan diskon dari pengelola hotel, pendapatan harian rata-rata tidak mengalami kenaikan,” jelasnya.
Menurutnya, pemberian diskon disertai dengan promosi secara online tersebut dilakukan oleh pengusaha hotel untuk meningkatkan okupansi.
Sutrisno menyarankan kepada pemerintah agar membantu pengusaha hotel dalam melakukan promosi, guna menarik konsumen.
“Sebaiknya pemerintah membantu kami dalam hal promosi, agar konsumen tertarik untuk datang. Selain itu, pemerintah juga perlu melonggarkan masyarakat untuk berkegiatan di hotel,” tegas Sutrisno.
Senada dengan Sutrisno, Guest Service Officer Ascott Sudirman Jakarta, Baqir Fairuz Abadi menyatakan okupansi hotel meningkat saat libur lebaran.
“Okupansi hotel meningkat pesat jelang lebaran. Pada 2 – 3 Mei 2022, kamar hotel hampir penuh,” kata Baqir, Selasa (26/04/2022).
Baqir memproyeksikan, okupansi hotel akan terus meningkat hingga akhir tahun.
Di daerah tujuan wisata seperti Bali, okupansi juga diprediksi meningkat pada saat libur Lebaran. Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Provinsi Bali, I Gusti Rai Suryawijaya mengatakan kunjungan wisatawan domestik akan meningkat pada saat libur Lebaran.
“Selama tujuh hari libur Lebaran okupansi hotel akan meningkat, ini didominasi oleh wisatawan domestik,” jelas Surya, Selasa (26/04/2022).
Menurutnya, wisatawan domestik biasanya memilih budget hotel, sehingga okupansi hotel jenis tersebut meningkat selama Idulfitri.
Dia memprediksi peningkatan tingkat hunian hotel di Bali akan semakin meningkat pada bulan Juni, lalu pada bulan Agustus, di mana turis asing semakin banyak berdatangan ke Bali, dan berlanjut hingga akhir tahun.
“Okupansi hotel kami prediksi akan semakin meningkat pada bulan Juni. Lalu pada bulan Agustus juga meningkat, karena wisatawan mancanegara mulai berdatangan, dan selanjutnya akan kembali meningkat pada bulan November, bertepatan dengan pelaksanaan KTT G20 di Bali,” papar Surya.
Guna meningkatkan okupansi hotel, Surya mengusulkan kepada pemerintah untuk melakukan percepatan pemulihan pariwisata di Bali melalui kemudahan visa bagi wisatawan mancanegara.
“Kami menargetkan 5.000 kunjungan wisatawan mancanegara per hari pada akhir tahun. Negara-negara yang bisa mendapat visa on arrival harus diperluas. Bila perlu pemberlakuan bebas visa bagi 169 negara harus diterapkan,” tandasnya.
Sama halnya dengan hotel di Jakarta dan Bali, hotel-hotel di Sumatera, khususnya Provinsi Kepulauan Riau juga mendapat berkah libur Lebaran. Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Provinsi Kepulauan Riau, Yeyen Heryawan menargetkan capaian keterisian hotel, restoran atau okupansi naik 35 persen saat mudik Lebaran.
“Proyeksi okupansi hotel hingga bulan Mei 2022 di Provinsi Kepulauan Riau akan naik hingga 35 persen, yang didominasi dari wilayah Batam,” kata Yeyen, Senin (25/04/2022).
Meskipun mengalami kenaikan okupansi, Yeyen menerangkan, tingkat okupansi masih belum menyamai kondisi sebelum pandemi Covid-19.
“Sejauh ini, okupansi belum normal, sebagaimana kondisi sebelum Covid-19. Memang ada peningkatan walaupun tidak signifikan,” jelas Yeyen.
Menurut Yeyen, adanya promosi selama Ramadan turut meningkatkan kunjungan hotel-hotel di Provinsi Kepulauan Riau.
“Meski okupansi belum membaik, adanya paket-paket buka puasa membuat kunjungan hotel meningkat drastis dibandingkan tahun 2020 saat ada pelarangan maupun tahun 2021 saat pemberlakuan pembatasan sosial,” paparnya.
Tantangan Kunjungan Wisatawan Mancanegara
Wisatawan domestik mendominasi okupansi hotel menjelang libur Lebaran. Kunjungan wisatawan mancanegara ke hotel-hotel di Jakarta, Bali, dan Kepulauan Riau masih mengalami hambatan. Sebagian hambatan tersebut berkaitan dengan pandemi Covid-19.
Sutrisno menyatakan, wisatawan asal China misalnya, belum berkontribusi pada okupansi hotel di Jakarta hingga kuartal I/2022.
“Adanya aturan lockdown di China, menyebabkan wisatawan asal China tidak bisa berpergian ke Indonesia, khususnya Jakarta,” katanya.
Sementara itu, Surya menerangkan kunjungan wisatawan mancanegara di Bali menurun akibat pandemi Covid-19.
“Saat ini kunjungan wisatawan mancanegara maksimal 2.000 orang per hari, masih jauh dibanding sebelum pandemi yang mencapai lebih dari 10.000 orang per hari,” kata Surya.
Senada dengan Sutrisno, menurutnya kebijakan lockdown di China menurunkan jumlah kunjungan turis asing, yang berdampak pada penurunan okupansi hotel.
“Kebijakan lockdown di China mengakibatkan menurunnya kunjungan turis asing. Ini berdampak pada penurunan okupansi hotel,” imbuhnya.
Surya menyarankan agar aturan tes PCR hanya diberlakukan bagi suspect saja.
“Selain pelonggaran kebijakan visa on arrival dan pemberlakuan bebas visa bagi 169 negara, setiap wisatawan mancanegara yang datang ke destinasi pariwisata tidak perlu melakukan PCR. PCR hanya diberlakukan bagi mereka yang suspect atau bergejala,” urai Surya.
Adapun di Kepulauan Riau, terutama di Batam, sebelum pandemi Covid-19 wisatawan asal Singapura dan Malaysia banyak mengisi okupansi hotel pada bulan Juni dan Agustus. Yeyen mengungkapkan, ketatnya regulasi terkait Covid-19 masih menjadi kendala bagi kedatangan wisatawan mancanegara ke Provinsi Kepulauan Riau.
“Ketatnya peraturan tes Covid-19 masih menjadi kendala kedatangan turis asing,” sambungnya.
Oleh sebab itu, Yeyen berharap agar pemerintah pusat mengikuti langkah negara-negara lain untuk menghapuskan test antigen dan PCR untuk kunjungan wisata.
“Mungkin kebijakan dari pusat untuk diskresi penghapusan tes Covid-19 untuk masuk Indonesia, terutama ke Provinsi Kepulauan Riau. Turis asal Singapura dan Malaysia seharusnya sudah bisa masuk tanpa tes,” harap Yeyen.
Sebelumnya, Vice President, Investment Sales at JLL Hotels & Hospitality Group Asia, Julien Naouri menyebutkan masih banyak hambatan yang menghalangi kunjungan wisatawan mancanegara ke Indonesia.
“Hingga saat ini banyak objek wisata di Indonesia yang mengharuskan turis asing untuk melakukan tes PCR on-arrival, wajib memiliki asuransi perjalanan, kewajiban menginap selama minimum tiga malam di hotel tersertifikasi, dan pengetatan aturan visa on-arrival,” terang Naouri, dalam media briefing, Rabu (20/04/2022).
Naouri menyarankan agar pemerintah Indonesia melonggarkan aturan terkait Covid-19 untuk meningkatkan kunjungan wisatawan asing untuk menambah tingkat okupansi hotel di kawasan wisata.
“Aturan-aturan tersebut tidak membantu peningkatan kunjungan turis mancanegara. Pemerintah harus melonggarkan aturan agar dapat bersaing dengan destinasi wisata lain di luar negeri,” tutup Naouri.
Pemulihan Masih Lama
Konsultan properti Colliers Asia, memproyeksikan pemulihan tingkat okupansi hotel di Asia ke level pra pandemi diperkirakan baru terjadi pada 2025. Hal ini didukung dengan kebijakan pelonggaran yang diterapkan di sejumlah negara mulai tahun ini.
Executive Director, Valuation & Advisory Services, Colliers Asia, Govinda Singh menyebutkan pemulihan tingkat okupansi hotel di Asia baru akan kembali pada level sebelum pandemi Covid-19 pada 2025. Sementara itu, pendapatan harian rata-rata akan kembali seperti saat sebelum pandemi pada 2023.
“Pemulihan akan dimulai pada tahun 2023, berkat adanya kebijakan pemerintah untuk melonggarkan aturan perjalanan dan adanya kemudahan tes [antigen atau PCR] selama tahun 2022,” jelas Singh dalam kajian dari Colliers Asia yang diterima Bisnis, Selasa (19/04/2022).
Berdasarkan laporan tersebut, pemulihan akan dipimpin oleh sektor leisure kemudian diikuti oleh bisnis dan meetings, incentives, conferences and exhibitions (MICE). Sebaliknya jika dilihat dari tipe properti, resor akan mendahului pemulihan dan diikuti oleh urban dan hotel yang mengandalkan segmen bisnis.
Laporan Colliers menyatakan bisnis hotel yang mengandalkan permintaan domestik akan mengalami pemulihan lebih cepat karena mobilitas turis asing masih membutuhkan waktu untuk bergerak naik. Tetapi, laporan tersebut menggarisbawahi bahwa hotel tidak boleh hanya mengandalkan satu pasar saja karena rawan bergejolak.
Di sejumlah negara, Colliers menemukan beberapa hotel sudah mampu kembali mengimplementasikan harga sebelum pandemi Covid-19. Sayangnya, pasokan yang terbatas dan ketersediaan tenaga kerja memaksa pengusaha hotel untuk menerapkan kenaikan harga.
Berdasarkan data dari STR tingkat okupansi hotel di kawasan Asia Pasifik pada 2021 hanya naik 4 persen year-on-year dibandingkan dengan 2020 dengan tingkat okupansi 48,7 persen.
Sementara itu, pendapatan harian rata-rata hanya naik 4,7 persen yoy menjadi US$33. Pendapatan hotel tersebut masih jauh dari pendapatan rata-rata harian tahun 2019 yang mencapai US$67.