Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Punya 48 Obat Herbal, Dexa Group: Fitofarmaka Terus Berkembang  

PT Dexa Medica optimistis pengembangan obat herbal teruji klinis atau fitofarmaka akan terus berkembang.
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) melakukan uji lab obat herbal dari daun ketepeng dan benalu bermarga dendroptoe untuk penyembuhan Covid-19 di Lab Cara Pembuatan Obat Tradisional Baik (CPOTB) Pusat Penelitian Kimia LIPI, Serpong, Tangerang Selatan, Banten. ANTARA/Muhammad Iqbal
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) melakukan uji lab obat herbal dari daun ketepeng dan benalu bermarga dendroptoe untuk penyembuhan Covid-19 di Lab Cara Pembuatan Obat Tradisional Baik (CPOTB) Pusat Penelitian Kimia LIPI, Serpong, Tangerang Selatan, Banten. ANTARA/Muhammad Iqbal

Bisnis.com, JAKARTA – Produsen farmasi PT Dexa Medica menyatakan pengembangan obat herbal teruji klinis atau fitofarmaka akan terus berkembang seiring kebutuhan yang meningkat.

Direktur Urusan Korporat Dexa Group Krestijanto Pandji menjelaskan hingga saat ini perseroan memiliki total 48 jenis produk dari bahan alami, terdiri atas 26 obat herbal terstandar (OHT) dan 22 fitofarmaka.

Pengembangan fitofarmaka atau juga disebut Obat Modern Asli Indonesia (OMAI), selama ini didukung oleh penggunaan di dunia kedokteran yang sudah dimulai sejak 2018 dan diresepkan oleh lebih dari 17.000 dokter.

Menurut catatan Dexa, total OHT yang terdaftar di Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) sebanyak 99 nomor izin edar (NIE). Hingga saat ini, total jumlah fitofarmaka terdaftar berjumlah 35 NIE.  

"Pemerintah pun telah memberikan dukungan dengan memasukkan OMAI ke dalam panduan tata laksana penanganan pasien Covid-19, informatorium OMAI dari Badan POM," kata Krestijanto kepada Bisnis, Rabu (9/3/2022).

Namun demikian, pengembangan ke depan akan sangat bergantung pada penguatan penghiliran dengan memasukkan OMAI ke dalam Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Jika hal ini terealisasi, pasar fitofarmaka akan terbuka sehingga merangsang lebih banyak investasi dan pengembangan.

Selain itu, dengan potensi biodiversitas nomor dua di dunia, Indonesia juga akan memiliki potensi ekspor obat herbal yang lebih besar. Sebanyak 10 persen dari total spesies tumbuhan di dunia ada di Indonesia.

Sayangnya, saat ini Indonesia hanya menduduki peringkat ke-19 pengekspor obat herbal dunia atau sekitar 0,61 persen. Indonesia tertinggal jauh dibandingkan Belanda yang berada di peringkat ke-3 dengan persentase ekspor mencapai 6,05 persen.

Krestijanto juga memandang pengembangan fitofarmaka atau OMAI sangat mungkin untuk menggantikan bahan baku obat (BBO) kimia yang lebih dari 90 persen masih diimpor. Ketergantungan industri farmasi yang tinggi terhadap BBO impor menjadikannya rentan terhadap guncangan eksternal seperti dialami pada awal masa pandemi.

"Apabila pemerintah mendorong pengembangan ini melalui hilirisasi OMAI melalui JKN, potensi OMAI tidak hanya berkembang di pasar dalam negeri maupun luar negeri," katanya.

Dia mencontohkan, di mancanegara, OMAI sudah diresepkan oleh dokter dengan penggunaan imunomodulator fitofarmaka berbahan baku meniran yakni Stimuno oleh para dokter di Filipina.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Reni Lestari
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper