Bisnis.com, JAKARTA – PT Pertamina (Persero) harus menanggung kerugian sekitar Rp4.350 per liter dari penjualan bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertalite yang dijual seharga Rp7.650 di stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU).
Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan mengatakan bahwa terus meningkatnya harga minyak mentah dunia berdampak pada keekonomian harga BBM. Indonesian Crude Price (ICP) Januari 2022 sendiri mencapai US$85,89 per barel, jauh di atas asumsi yang ditetapkan dalam APBN sebesar US$63 per barel.
“Sangat merugikan bagi Pertamina jika melihat harga jual Pertalite maupun Pertamax saat ini. Sepanjang 2021 saja Pertamina harus menanggung selisih Rp2.500–Rp3.000 per liter untuk kedua jenis BBM itu. Bisa dihitung berapa potensi kerugian yang diperoleh Pertamina sepanjang 2021,” katanya kepada Bisnis, Senin (7/2/2022).
Dia menuturkan, sebagai BBM yang masuk ke dalam kategori nonsubsidi, seharusnya harga Pertalite dan Pertamax dijual sesuai dengan keekonomiannya. Hanya saja, pemerintah menghendaki harga kedua jenis BBM itu tidak naik, sehingga masyarakat tidak resah.
“Jika memang pemerintah menghendaki harga tetap, maka pemerintah harus memberikan kompensasi kepada Pertamina, terutama untuk produk Pertalite, karena saat ini Pertalite menguasai 47 persen dari total konsumsi BBM secara nasional,” ujarnya.
Dengan pemberian kompensasi, maka status Pertalite bukan lagi sebagai BBM umum, tetapi menjadi BBM penugasan.
Baca Juga
Sementara itu, kata dia, porsi konsumsi Pertamax yang mencapai 11 persen dari total konsumsi seluruh BBM Pertamina harus dijual sesuai dengan harga keekonomiannya, dan tetap ada di kategori BBM umum.
Dia menilai, kompensasi ideal yang diberikan pemerintah kepada Pertamina untuk Pertalite adalah sebesar Rp3.000–Rp3.500 per liter, sehingga masyarakat dapat tetap mengonsumsi BBM jenis itu dengan harga terjangkau.