Bisnis.com, JAKARTA - PT Adhi Karya (Persero) Tbk. sebagai pihak yang bertanggung jawab dalam hal desain dan konstruksi LRT Jabodebek mengungkapkan sejumlah hal yang menjadi tantangan dalam proses pembangunan proyek tersebut.
Corporate Secretary PT Adhi Karya (Persero) Tbk. Farid Budiyanto mengatakan telah ditugaskan membangun konstruksi LRT Jabodebek melalui Peraturan Presiden (Perpres) No. 98/2015 tentang Percepatan Penyelenggaraan Kereta Api Ringan/Light Rail Transit Terintegrasi Di Wilayah Jakarta, Bogor, Depok, dan Bekasi.
"Ini menjadi tantangan buat kami karena memang permasalahan transportasi di Jakarta itu pelik ya. KAI sudah mengembangkan KRL tapi ternyata belum bisa mencakup semua pergerakan dari urban ke tengah kota. Jalan tol juga masih tinggi trafiknya terutama jalur Bogor dan Bekasi ke Jakarta," ujar Farid dalam sebuah diskusi virtual, Kamis (3/2/2022).
Dia menuturkan, tantangan besar yang dihadapi Adhi Karya dalam proses pembangunan LRT Jabodebek ini adalah lahan perkotaan yang kian mahal dan terbatas.
Dengan begitu, Farid mengaku pihaknya harus punya strategi atau cara bagaimana bisa membangun sarana transportasi publik yang memadai di tengah keterbatasan tersebut.
"Untuk LRT ini kita memanfaatkan area pinggir jalan tol yang kita bangun secara elevated [layang] agar meminimkan memanfaatkan lahan," ucapnya.
Baca Juga
Tantangan selanjutnya, lanjut Farid, adalah proses pembangunan yang kejar-kejadan dengan infrastruktur lain yang semakin kompleks seperti adanya jalan tol, underpass, flyover dan lainnya.
Meski begitu, dia mengeklaim Adhi Karya berhasil menjawab tantangan tersebut dengan mampu memanfaatkan lahan terbatas agar kereta LRT bisa melalui ruang sempit di Ibu Kota.
"Ada tantangan lagi yaitu Ibu Kota Jakarta ini terus berbenah. Visual perkotaannya sangat diperhatikan. Jangan sampai kereta relnya hilir mudik tapi visualnya mengganggu keindahan kota," tutur Farid.
Terkait hal ini, Farid menyebut Adhi Karya membangun infrastruktur LRT Jabodebek dengan teknologi U-Shape Girder sebagai pondasi struktur bangunan LRT. Teknologi ini merupakan gelagar dengan cetakan beton berbentuk huruf “U”.
"Teknologi ini pertama kalinya digunakan di Indonesia. Ibaratnya seperti lego. Kita menaruh blok-blok rel secara terstruktur agar tidak menimbulkan kemacetan yang berarti saat pembangunan dan kita memanfaatkan waku yang sempit karena kita hanya diberi waktu bekerja malam hari," imbuhnya.
Tak berhenti di situ, Farid mengatakan masalah lainnya dalam pembangunan LRT Jabodebek ini adalah koordinasi. Adhi Karya selaku kontraktor harus mampu berkoordinasi dengan pihak lain mengingat banyaknya insfrastruktur bawah tanah.
Namun, di luar semua tantangan tersebut, dia menilai masalah pembebasan lahan masih jadi hal yang klasik, terutama dalam membangun depo yang menjadi sentral dari LRT Jabodebek.
"Terakhir, ini klasik juga. Kita harus bisa menata secara cash flow agar proyek ini bisa berjalan dan bisa memberikan manfaat kepada masyarakat dan PT KAI selaku operator," tutupnya.