Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pemerintah Berhitung Tarif Listrik PLN 2022 Naik, Ekonom UI: Kalau Jadi Saya Angkat Topi

Kenaikan tarif dasar listrik pada 2022 seiring rencana pemangkasan subsidi listrik untuk PLN  sekitar 8,13 persen.
PLN mengoperasikan Gardu Induk (GI) Wayame berkapasitas 2 x 30 Mega Volt Ampere (MVA). Istimewa/PLN
PLN mengoperasikan Gardu Induk (GI) Wayame berkapasitas 2 x 30 Mega Volt Ampere (MVA). Istimewa/PLN

Bisnis.com, JAKARTA - Tarif dasar listrik (TDL) yang diproduksi PT PLN (persero) berada dalam diskusi kenaikan untuk tahun depan. Rencana ini muncul seiring wacana pemangkasan subsidi listrik untuk PLN  sekitar 8,13 persen.

Dengan pemangkasan subsidi ini, maka pemerintah akan membayar PLN untuk menutup selisih tarif dari Rp61,53 triliun menjadi Rp56,5 triliun pada 2022. Dampaknya, biaya pokok penyediaan (BPP) listrik yang ditanggung PLN menjadi lebih besar.

Ekonom Universitas Indonesia (UI) Fithra Faisal Hastiadi menilai rencana kenaikan TDL di 2022 sebagai konsekuensi logis. Terutama kenaikan komoditas seperti batu bara yang menjadi energi utama pembangkit listrik PLN.

Meski demikian,  Fithra memandang wacana kenaikan TDL menjelang tahun politik 2022 merupakan seuatu yang tidak biasa. Pasalnya rencana kenaikan TDL merupakan kebijakan yang tidak populis.

Padahal, biasanya pemerintah akan mengambil kebijakan-kebijakan yang lebih populis ketika memasuki tahun politik guna meningkatkan elektabilitas. Apalagi, ketika kebijakan tersebut menyangkut hajat hidup banyak orang.

"Setiap masuk tahun politik, dalam konteks political budget cycle, ini selalu ada stimulus-stimulus populis yang kemudian membuat [pemerintah yang sedang berkuasa] terpilih lagi dalam daerah maupun pusat," jelas Fithra pada webinar, Sabtu (4/12/2021).

Di sisi lain, Fithra mengatakan pemerintah perlu memikirkan agar khususnya kelompok masyarakat menengah ke bawah tidak terdampak langsung oleh kenaikan TDL. Pemerintah perlu menyiapkan mitigasi dari dampak yang berpotensi terjadi akibat rencana kebijakan tersebut.

"Tapi yang jelas, kalau misalnya keputusan tidak populis itu diambil pada saat [dekat dengan] pemilihan [umum], maka saya angkat topi," timpalnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Dany Saputra
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper