Bisnis.com, JAKARTA - Racun sianida menjadi senjata mematikan jika digunakan tidak pada tempatnya. Sepanjang 2021 ini, terdapat dua kasus yang melibatkan racun sianida dan mendapatkan perhatian publik karena melibatkan polisi aktif.
Kasus pertama terjadi pada April 2021 lalu, Nani Apriliani Nurjaman mengirim sate melalui ojek online (ojol) ke rumah Aiptu Tomy, di Yogyakarta namun tanpa aplikasi. Penghuni rumah menolak kiriman dan memberikan kepada ojol yang mengirim.
Memakan sate dengan anggota keluarga, pengendara ojol itu kemudian kehilangan anaknya karena keracunan. Sedangkan istrinya berhasil diselamatkan.
Kasus racun sianida kedua baru terjadi dalam peristiwa bunuh diri Novia Widyasari. Mahasiswi yang berusia 23 tahun itu ditemukan tewas akibat bunuh diri, yang menurut keterangan polisi meminum potasium sianida di samping makam ayahnya yang terletak di Kecamatan Suko, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur.
Dalam kedua kasus, racun sianida yang digunakan di beri dari toko daring. Namun di toko kimia juga banyak tersedia. Pasalnya racun sianida cukup mudah ditemukan. Nama yang digunakan dalam kehidupan masyarakat adalah racun potas. Biasanya digunakan untuk meracun ikan hingga tikus. Lainnya, bahan kimia ini untuk menyepuh emas hingga perak.
Kasus pembunuhan dengan menggunakan sianida juga terjadi pada awal 2016, kasus itu ramai dengan sebutan kopi sianida.
Baca Juga
Lalu bagaimana aturan peredaran racun sianida ini? Pemerintah memiliki Peraturan Menteri Perdagangan No. 47/2019 sebagai perubahan ketiga atas Permendag No. 44/2009 tentang Pengadaan, Distribusi dan Pengawasan Bahan Berbahaya.
Dalam aturan ini Bahan Berbahaya (B2) dijelaskan sebagai zat, bahan kimia dan biologi, baik dalam bentuk tunggal maupun campuran yang dapat membahayakan kesehatan dan lingkungan hidup secara langsung atau tidak langsung, yang mempunyai sifat racun (toksisitas), karsinogenik, teratogenik, mutagenik, korosif, dan iritasi.
Kementerian Perdagangan mengatur dengan ketat hingga tingkat kantor cabang dalam mendistribusikan bahan berbahaya ini. Dalam pasal 12 aturan ini perusahaan wajib memenuhi persyaratan memiliki peralatan sistem tanggap darurat dan tenaga ahli, memiliki dan menguasai sarana distribusi bahan berbahaya berupa tempat penyimpanan, fasilitas pengemasan ulang dan alat transportasi yang memenuhi syarat keamanan, keselamatan, kesehatan dan lingkungan hidup.
Perusahaan juga wajib menyampaikan realisasi distribusi bahan berbahaya ke Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindsustrian, BPOM, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, hingga Kepala Dinas Kabupaten dan Kota tempat kedudukan perusahaan. Pemerintah menunjuk surveyor independen untuk mengawasi peredarannya.