Bisnis.com, JAKARTA - Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) menilai bahwa ada potensi tumpang tindih peraturan pada sejumlah peraturan turunan Undang-Undang Cipta Kerja.
Plt. Direktur KPPOD Armand Suparmand mencontohkan salah satu peraturan turunan UU Cipta Kerja yang berpotensi menimbulkan tumpang tindih adalah Peraturan Pemerintah (PP) No.5/2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko.
Armand mengatakan, berdasarkan kajian yang dilakukan oleh KPPOD, PP yang mengatur tentang penerapan Online Single Subsmission Risk-Based Approach (OSS-RBA) ini mendelegasikan ketentuan-ketentuan teknisnya ke sejumlah peraturan menteri. Oleh sebab itu, potensi tumpang tindih bisa terjadi.
"Bagi kami di KPPOD, ini menjadi ruang potensi tumpang tindih peraturan di masa depan. Karena, antara peraturan menteri satu dan lainnya, bisa saja saling bertentangan terkait dengan proses izin berusaha," tutur Armand pada webinar, Selasa (23/11/2021).
Sebelum PP No.5/2021 keluar, Armand menyebut KPPOD sudah sempat memberikan sejumlah catatan. Dia mengatakan KPPOD menilai seharusnya pengaturan alur izin dan teknis berusaha harusnya cukup diatur sampai PP saja, tidak perlu diturunkan ke peraturan menteri.
Selain itu, kajian KPPOD menemukan bahwa sejumlah PP turunan UU Cipta Kerja belum solid. Contohnya, masih terdapat jenis perizinan non-KBLI (Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia), nonberusaha non-KBLI, dan nonperizinan yang belum diatur.
Baca Juga
Selanjutnya, lampiran pada PP No.5/2021 juga tidak mengatur jelas terkait dengan syarat dan jangka waktu perizinan. Sehingga, belum terdapat batasan dalam penerapan diskresi oleh pemerintah daerah (pemda) dalam penerapan OSS-RBA.
"Pemerintah daerah mengakui ini menciptakan kegamangan tersendiri dalam memberikan pelayanan perizinan. Lalu bagi pemohon izin, itu juga membingungkan, karena ada beberapa usaha yang masuk dalam lampiran PP No.5/2021 ini," jelas Armand.
Potensi masalah regulasi lainnya yang ditemukan KPPOD yaitu seperti Surat Edaran Menteri Dalam Negeri (Mendagri) No. 011/5976/SJ yang dinilai tidak mempertimbangkan capacity constraints pemda dan regulasi/kelembagaan pusat yang belum solid, serta respons kebijakan daerah yang masih bervariasi.
Adapun, kajian KPPOD ini fokus pada salah satu turunan UU Cipta Kerja yaitu penerapan Online Single Subsmission Risk-Based Approach (OSS-RBA). Kajian atau asesmen dilakukan di lima daerah di Indonesia yaitu Makassar, Balikpapan, Surabaya, Medan, dan DKI Jakarta.
Lalu, metodologi yang dilakukan adalah dengan studi kualitatif gabungan hasil analisis regulasi dan data (informasi lapangan), dan teknik pengumpulan data menggunakan Focus Group Discussion (FGD) dan in-depth interview.
Terdapat tiga kelompok narasumber yang menjadi subjek kajian yaitu pemda, instansi vertikal, serta dunia usaha.