Bisnis.com, JAKARTA — Indonesia bakal memasuki sidang kedua (second substantive meeting) sengketa DS 593 terhadap Uni Eropa di World Trade Organization atau WTO pada akhir tahun ini.
Sidang itu menyoal kebijakan diskriminatif Uni Eropa atas produk kelapa sawit Indonesia serta turunannya yang tertuang dalam Renewable Energy Directive (RED) II dan Delegated Regulation.
Direktur Pengamanan Perdagangan Kementerian Perdagangan (Kemendag) Natan Kambuno mengatakan Indonesia bakal kembali menyampaikan argumen faktual dan hukum bantahan saat sidang kedua itu. Natan menuturkan argumen dan bantahan itu sudah sempat dikirimkan secara tulis untuk menanggapi pertanyaan lebih lanjut dari panel.
“Secara umum dapat disampaikan Indonesia tetap dalam posisinya bahwa Uni Eropa melalui kebijakan RED II dan Delegated Regulation telah melakukan diskriminasi perdagangan terhadap Biofuel berbahan baku kelapa sawit,” kata Natan melalui pesan WhatsApp, Senin (22/11/2021).
Natan menerangkan gugatan Indonesia terkait dengan dua kebijakan Uni Eropa itu tidak diarahkan untuk menafikan komitmen penurunan emisi karbon dunia. Akan tetapi, kata dia, pemerintah ingin Uni Eropa konsekuen dengan prinsip perdagangan internasional.
“Dalam hal ini mengharapkan UE dan negara-negara lainnya menekankan kerja sama dan bukannya menerapkan kebijakan diskriminasi terselubung yang justu menghambat upaya-upaya keberlanjutan Indonesia,” kata dia.
Baca Juga
Di sisi lain, Pemerintah Malaysia mengatakan pada Senin (31/5/2021) bahwa WTO menyetujui permintaan dari Kuala Lumpur untuk membentuk panel yang memeriksa Undang-undang Uni Eropa yang membatasi penggunaan biofuel berbasis minyak sawit.
Di bawah aturan energi terbarukan UE, bahan bakar berbasis minyak sawit akan dihapuskan pada 2030 karena minyak sawit telah diklasifikasikan oleh blok tersebut sebagai akibat dari deforestasi yang berlebihan dan tidak dapat lagi dianggap sebagai bahan bakar transportasi yang dapat diperbarui.
Produsen minyak sawit mengatakan beberapa negara anggota UE telah mulai menghapusnya sebelum tenggat waktu. Malaysia, produsen minyak sawit terbesar kedua di dunia, dan saingan yang lebih besar Indonesia dalam beberapa tahun terakhir telah mengajukan kasus terpisah di WTO dengan menegaskan bahwa tindakan UE bersifat diskriminatif.
"Malaysia akan tetap berkomitmen untuk melakukan tindakan hukum terhadap UE," kata Menteri Komoditas Malaysia Mohd Khairuddin Aman Razali, dikutip dari Channel News Asia.
Malaysia dan Indonesia bersama-sama menghasilkan 85 persen minyak sawit dunia.