Bisnis.com, JAKARTA — Terus naiknya harga Minyak mentah di pasar global dapat meningkatkan harga barang-barang impor. Namun, Inflasi Indonesia dinilai dapat tetap sejalan dengan target yang ditetapkan pemerintah.
Ekonom senior dan Direktur Riset Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Piter Abdullah Redjalam menilai bahwa kenaikan harga minyak mentah di pasar global akan mendorong inflasi di luar negeri. Hal itu akan berimbas kepada naiknya barang-barang impor yang dibutuhkan Indonesia.
Meskipun begitu, Piter menilai kenaikan harga tersebut tidak akan membawa beban yang cukup besar bagi Indonesia. Dia pun meyakini bahwa inflasi di dalam negeri akan tetap terjaga walau harga bahan impor naik.
"Yang terjadi adalah imported inflation. Saya masih meyakini untuk tahun ini inflasi akan berada di range target pemerintah dan Bank Indonesia, yaitu di kisaran 2–3 persen," ujar Piter kepada Bisnis, Kamis (21/10/2021).
Selain faktor harga minyak mentah, inflasi Indonesia pun akan dipengaruhi geliat aktivitas perekonomian setelah penurunan kasus Covid-19. Piter menilai bahwa pulihnya perekonomian pada kuartal IV/2021 akan memengaruhi tingkat inflasi pada akhir tahun ini.
Menurutnya, di dalam negeri, kenaikan harga minyak mentah berpotensi mendorong harga bahan bakar minyak (BBM), terutama BBM non subsidi seperti pertalite dan pertamax. BBM bersubsidi hanya akan naik apabila pemerintah memutuskan memotong anggaran subsidi.
Baca Juga
"Namun, saya perkirakan dengan mempertimbangkan kondisi pandemi BBM dan gas bersubsidi akan dipertahankan," ujar Piter.
Dilansir dari Antara, minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Desember menetap di US$85,82 per barel, naik 0,9 persen atau 74 sen. Harga itu mencapai level tertinggi sejak Oktober 2018.
Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS untuk kontrak November, yang berakhir pada Rabu (20/10/2021), ditutup menguat 91 sen atau 1,1 persen ke US$83,87 per barel. Kontrak WTI yang lebih aktif untuk pengiriman Desember menetap naik 98 sen menjadi US$83,42 per barel.