Bisnis.com, JAKARTA - Pemulihan ekonomi yang pesat dan gangguan pada rantai pasok global diperkirakan memicu lonjakan inflasi yang tinggi di sejumlah negara. Meski demikian, fenomena tersebut dinilai tidak akan memberi efek rambatan yang besar ke Indonesia.
Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Dody Budi Waluyo menyampaikan bahwa imported inflation terhadap Indonesia dari fenomena global tersebut relatif kecil.
"Imported inflation kepada Indonesia pun relatif masih kecil. Tidak kita lihat dampak yang kuat," kata Dody pada konferensi pers Hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI, Selasa (19/10/2021).
Imported inflation adalah inflasi yang disebabkan oleh kenaikan harga barang impor dari luar negeri akibat efek perubahan nilai tukar.
Menurut Dody, lonjakan inflasi di sejumlah negara tidak terlalu berdampak besar pada nilai tukar rupiah. Selain itu, dia menyebut melonjaknya harga komoditas global tidak berpengaruh kepada indeks harga konsumen di Indonesia.
Seperti diketahui inflasi tinggi menghantam sejumlah negara khususnya negara kaya seperti Inggris (3,2 persen) dan Amerika Serikat (5,3 persen).
Baca Juga
Inflasi tinggi di negara-negara tersebut sebagian disebabkan oleh mismatch (ketidaksesuaian) antara permintaan dan pasokan, atau harga gas yang melonjak.
Meski demikian, Dody memperkirakan fenomena global tersebut akan bersifat transitory atau sementara. "Dalam pembahasan dengan IMF-World Bank Annual Meeting bersama G20, isu yang diangkat salah satunya adalah risiko global terkait inflasi. Kelihatannya semua sepakat melihat ini adalah kondisi yang transitory atau temporer."
Dia mengatakan periode kenaikan inflasi yang tinggi ini akan menurun secara bertahap dan masih akan berlangsung hanya sampai pertengahan 2022.