Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi mengatakan pemerintah bakal mendorong ekspor produk besi dan baja untuk mengganti komoditas unggulan seperti minyak kelapa sawit mentah atau crude palm oil (CPO) dan batu bara.
Langkah itu diambil untuk menjaga tren positif neraca perdagangan saat harga dua komoditas unggulan ekspor dalam negeri itu kembali turun seiring dengan pulihnya pasokan global.
“Supercyle itu biasanya antara 6 sampai 14 bulan, tapi kalau saat ini saya melihat paling cepat mungkin baru akhir tahun depan selesai atau menjelang tengah tahun 2023 jadi totalnya hampir 3 tahun,” kata Lutfi melalui sambungan telepon kepada Bisnis, Jumat (15/10/2021).
Lutfi beralasan pertumbuhan ekspor dari industri besi dan baja itu mengalami pertumbuhan hingga lebih dari 95 persen. Artinya kinerja ekspor Indonesia yang bertumpu pada CPO dan batu bara dapat mulai beralih pada produk besi dan baja.
“Untuk produk seperti sepatu dan garmen itu kan sudah biasa, ini kan baru industri besi dan baja kita juga punya aluminium dan alumina. Perhatian kita dua atau tiga tahun ke depan akan pada tembaga dan emas,” kata dia.
Menjelang tahun 2023, dia menambahkan, komposisi unggulan ekspor dalam negeri bakal bergeser pada industri besi dan baja menyusul proyeksi kembali normalnya harga CPO dan batu bara dunia pada saat itu.
Baca Juga
“Sudah bisa digantikan dengan primadona-primadona baru ekspor nonmigas kita. Saya berharap bahwa aluminium dan alumina dapat membantu hilirisasi industri di masa yang akan datang,” kata dia.
Adapun nilai ekspor nonmigas pada September 2021 mencapai US$19,67 miliar atau turun 3,38 persen jika dibanding Agustus 2021. Nilai ekspor ke China tercatat sebesar US$4,54 miliar atau 23,10 persen dari keseluruhan ekspor. Di sisi lain, pangsa ekspor nonmigas ke India mencapai 6,28 persen atau US$1,23 miliar.
Neraca perdagangan Indonesia kembali mencetak surplus pada September 2021 seiring dengan menguatnya permintaan ekspor dan kenaikan harga komoditas. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat surplus neraca perdagangan pada bulan tersebut mencapai US$4,37 miliar.
Surplus ini turun dari Agustus lalu sebesar US$4,74 miliar. Sebagai catatan, surplus neraca perdagangan pada September 2021 merupakan surplus ke-17 kalinya sejak Mei 2020. Jika dirinci, ekspor per September mencapai US$20,60 miliar, sedangkan impor pada periode yang sama sebesar US$16,23 miliar.