Bisnis.com, JAKARTA - Neraca dagang Indonesia diperkirakan masih akan mencetak surplus tinggi dan berlanjut hingga September 2021.
Ekonom Bank Mandiri Faisal Rachman memperkirakan bahwa neraca dagang pada September 2021 akan mencetak surplus sebesar US$4,25 miliar atau sekitar Rp60,1 triliun (kurs Rp14.155 per dolar Amerika Serikat).
Meski demikian, proyeksi ini sedikit lebih rendah dari posisi surplus neraca dagang Agustus 2021 yaitu US$4,74 miliar.
"Surplus tinggi ini utamanya didorong oleh meningkatnya harga komoditas, khususnya harga energi," kata Faisal kepada Bisnis, Kamis (14/10/2021).
Krisis energi yang saat ini terjadi di sejumlah negara mendorong permintaan global terhadap energi yang tinggi sehingga memicu harga energi melonjak. Untuk itu, Faisal memperkirakan ekspor pada September 2021 tumbuh 60,24 persen secara tahunan (year-on-year/yoy), lebih rendah dari bulan sebelumnya yaitu 64,10 persen (yoy) pada Agustus 2021.
Sementara itu, PMI manufaktur dari mitra dagang utama masih akan kuat sejalan dengan pulihnya Baltic Dry Index.
Baca Juga
Kinerja ekspor Indonesia ke China diperkirakan menguat sebesra 76,6 persen (yoy), sedikit lebih tinggi dari bulan sebelumnya sebesar 75,2 persen (yoy) di Agustus 2021.
"Harga batu bara dan CPO, bahkan, meningkat sebesar masing-masing 240 persen [yoy] dan 56 persen [yoy] pada September 2021," kata Faisal.
Sedangkan, Faisal memperkirakan impor Indonesia pada September 2021 tumbuh 56,50 persen (yoy), lebih tinggi dari bulan sebelumnya yaitu 55,26 persen (yoy) pada Agustus 2021.
Hal ini ditunjukkan pula melalui kembalinya PMI manufaktur Indonesia ke level ekspansif yaitu 52,2 di September 2021, yang menunjukkan meningkatnya permintaan domestik. Harga minyak pun ikut meningkat sebesar 82 persen (yoy) pada September 2021.
Dengan proyeksi tersebut, Faisal memperkirakan defisit transaksi berjalan atau current account deficit (CAD) untuk tetap rendah di 2021. Seiring dengan berlanjutnya harga komoditas yang tinggi, sehingga mendukung kinerja ekspor, Faisal memproyeksikan CAD berpotensi lebih rendah dari perkiraan sebelumnya yaitu 1,06 persen dari PDB.
"Perkiraaan kami saat ini bahwa defisit transaksi berjalan 2021 bisa lebih rendah secara signifikan dari 1,00 persen dari PDB," pungkasnya.