Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly menyampaikan ajakan untuk mengikuti program pengungkapan sukarela atau PPS di hadapan para anggota DPR. Program dalam RUU Harmonisasi Peraturan Perpajakan itu kerap dinilai serupa dengan tax amnesty.
Pada hari ini, Kamis (7/10/2021), DPR mengesahkan Rancangan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan
Perpajakan (RUU HPP) menjadi undang-undang. Putusan itu disampaikan oleh Wakil Ketua DPR Muhaimin Iskandar dalam Rapat Paripurna DPR RI Ke-7 Masa Persidangan I Tahun Sidang 2021–2022.
Setelah pengesahan oleh DPR, Yasonna menyampaikan pandangan pemerintah terkait aturan tersebut. Salah satu poin yang dibahas Yasonna adalah mengenai program PPS, yang memungkinkan wajib pajak menyampaikan secara sukarela atas harta yang belum masuk dalam pengungkapan program pengampunan pajak 2016–2017, maupun dalam SPT tahun 2020.
Saat rapat paripurna itu, Yasonna menyampaikan ajakan untuk mengikuti program PPS—yang kerap dinilai mirip program tax amnesty—di hadapan para anggota DPR. Dia tidak secara spesifik menyampaikan ajakannya kepada anggota DPR, tetapi menyebut tertuju bagi pengusaha dan individu.
"Taunya ada PPS, ini bagi saudara-saudara yang mau memanfaatkan PPS silakan saja, maksudnya dunia usaha, dan pribadi-pribadi," ujar Yasonna pada Kamis (7/10/2021) yang diiringi dengan sedikit tawa.
Baca Juga
Pemerintah meyakini bahwa upaya memfasilitasi itikad baik wajib pajak yang ingin jujur dan terbuka untuk masuk ke dalam sistem administrasi pajak dapat meningkatkan kepatuhan pajak sukarela di masa mendatang. Yasonna meyakini program itu dapat menambah pendapatan negara.
"Dalam konteks inilah, PPS merupakan kebijakan yang tidak dapat dipisahkan dari narasi besar reformasi perpajakan yang telah kami elaborasi sebelumnya," ujarnya.
Yasonna menjabarkan bahwa terdapat dua kebijakan dalam PPS, yakni:
Pertama, peserta program pengampunan pajak 2016–2017, dapat mengungkapkan harta bersih yang belum dilaporkan pada saat program pengampunan pajak dengan membayar PPh Final sebesar:
A. 11 persen untuk harta di luar negeri yang tidak direpatriasi ke dalam negeri
B. 8 persen untuk harta di luar negeri yang direpatriasi dan harta di dalam negeri
C. 6 persen untuk harta di luar negeri yang direpatriasi dan harta di dalam negeri yang diinvestasikan dalam surat berharga negara (SBN), dan hilirisasi sumber daya alam (SDA), serta energi baru dan terbarukan (EBT)
Kedua, wajib pajak orang pribadi peserta program pengampunan pajak maupun non peserta pengampunan pajak, dapat mengungkapkan harta bersih yang berasal dari penghasilan tahun 2016–2020, dapat mengungkapkan harta bersih 2016–2020 tapi belum dilaporkan dalam SPT tahunan PPh 2020, dengan membayar PPh Final sebesar:
A. 18 persen untuk harta di luar negeri yang tidak direpatriasi ke dalam negeri
B. 14 persen untuk harta di luar negeri yang direpatriasi dan harta di dalam negeri
C. 12 persen untuk harta di luar negeri yang direpatriasi dan harta di dalam negeri yang diinvestasikan dalam SBN serta hilirisasi SDA dan EBT