Bisnis.com, JAKARTA - Indonesia mengajak Singapura untuk mengambil bagian dalam berinvestasi pada sejumlah proyek prospektif yang ditawarkan. Proyek-proyek tersebut terdiri dari proyek pariwisata, kawasan industri, sampai infrastruktur.
Duta Besar Indonesia untuk Singapura Suryo Pratomo mengajak para investor dari Singapura agar melakukan kegiatan penanaman modal di sejumlah kawasan industri, yang kini tengah berkembang di Indonesia. Apalagi, proses berinvestasi kini sudah dipermudah dengan adanya dorongan Undang-Undang (UU) Cipta Kerja dan sistem perizinan elektronik yaitu Online Single Submission (OSS).
Hal itu disampaikannya secara virtual pada Indonesia Investment Webinar Series 2021, Rabu (29/9/2021), yang di antaranya dihadiri oleh Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia, dan Asisten CEO Federasi Bisnis Singapura (Singapore Business Federation) Darius Lim.
"Saya berharap kepada Pak Darius Lim, untuk sekali lagi mengajak rekan-rekannya untuk berinvestasi di Indonesia. Pak Bahlil, dan timnya sudah berupaya untuk memberikan pelayanan yang jauh lebih mudah dengan sistem lisensi berbasis online. Dan tidak kalah pentingnya adalah Indonesia baru saja mengeluarkan Omnibus Law untuk penciptaan lapangan pekerjaan. Ini akan semakin mempermudah para pengusaha berinvestasi di Indonesia," ujar Suryo.
Sebelumnya, Singapura sudah menjadi salah satu negara utama yang melakukan investasi di Indonesia. Selama 6 (enam) tahun berturut-turut, Singapura sudah menjadi negara yang menanamkan modal terbesar di Indonesia.
"Tahun ini, sampai semester I [2021], investasi Singapura sudah mencapai US$4,7 miliar," tutur Suryo.
Baca Juga
Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia turut menyampaikan bahwa, bukan hanya penyederhanaan perizinan investasi, pemerintah juga siap menyediakan insentif fiskal bagi para pengusaha yang ingin berinvestasi di Indonesia.
Insentif yang disediakan bagi para pengusaha yaitu tax holiday, tax allowance, dan pembebasan pajak impor dari kementerian terkait, yang nantinya diproses melalui OSS.
"Kami tahu dan kami belajar dari masa lampau bahwa seluruh negara, termasuk Indonesia, investor yang masuk dari dalam maupun luar negeri membutuhkan empat hal. Yaitu kemudahan, kepastian, efisiensi, dan transparansi," ujar Bahlil.
Bahlil khususnya menekankan prioritas investasi pada industri baterai mobil listrik. Pasalnya, 24-25 persen cadangan nikel dunia ada di Indonesia. Tidak hanya itu, bahan baku lainnya juga bisa ditemukan di Indonesia seperti cobalt, mangan, dan lithium.
"Saya yakinkan bahwa ketika industri baterainya dibangun di Indonesia, maka keyakinan saya bahwa akan memberikan nilai tambah dan melahirkan biaya produksi yang sangat efisien," kata Bahlil.
Adapun, Kementerian Investasi/BKPM mengungkap terdapat total 32 proyek investasi prospektif yang ada di Indonesia. Proyek tersebut terdiri dari 21 proyek prastudi kelayakan atau prefeasibility study (Pre-FS), dan 11 proyek investasi yang siap ditawarkan atau investment project ready to offer (IPRO).
Masing-masing proyek memiliki nilai investasi sebesar US$6,37 miliar atau Rp92,05 triliun (kurs Rp14.500 per dolar AS) untuk proyek Pre-FS, dan US$4,03 miliar atau senilai Rp58,50 triliun untuk proyek IPRO. Total nilai investasi dari proyek prospektif tersebut adalah US$10,4 miliar atau Rp150,55 triliun.