Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pembahasan Safeguard Keramik Masih di Meja Kemenkeu

Safeguard keramik diketahui akan habis masa berlakunya pada Oktober 2021. Pada rentang waktu 2018 hingga 2021, bea masuk dikenakan pada keramik impor asal China, India, dan Vietnam, yakni sebesar 23 persen pada periode pertama, 20 persen pada periode kedua, dan periode terakhir 19 persen.
Pabrik keramik Arwana Citra Mulia Tbk/Bisnis.com
Pabrik keramik Arwana Citra Mulia Tbk/Bisnis.com

Bisnis.com, JAKARTA — Pembahasan perpanjangan bea masuk tindakan pengamanan (BMTP) atau safeguard ubin keramik masih berada di Kementerian Keuangan.

Direktur Industri Semen, Keramik, dan Pengolahan Bahan Galian Non Logam Kementerian Perindustrian Adie Rochmanto Pandiangan mengatakan pembahasannya masih berjalan dan sesuai dengan jadwal yang direncanakan sebelumnya.

"Perpanjangan safeguard keramik telah dirampungkan oleh KPPI [Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia)] dan sekarang memasuki pembahasan di Kementerian Keuangan," katanya kepada Bisnis, Senin (6/9/2021).

Dia melanjutkan, KPPI sebelumnya telah menyelesaikan laporan akhir yang kemudian dibahas dalam pleno Tim Pertimbangan Kepentingan Nasional, yang disetujui dan ditindaklanjuti dalam pembahasan di Kementerian Keuangan.

Safeguard keramik diketahui akan habis masa berlakunya pada Oktober 2021. Pada rentang waktu 2018 hingga 2021, bea masuk dikenakan pada keramik impor asal China, India, dan Vietnam, yakni sebesar 23 persen pada periode pertama, 20 persen pada periode kedua, dan periode terakhir 19 persen.

Ketua Umum Asosiasi Aneka Keramik Indonesia (Asaki) Edy Suyanto mengatakan membanjirnya produk impor terutama berasal dari China dan India.

Dia menyebut pada paruh pertama tahun ini, angka impor dari kedua negara tersebut tumbuh 62 persen. Sedangkan China menjadi yang paling mengkhawatirkan dengan pertumbuhan impor 101 persen dan India mengekor dengan kenaikan 18 persen.

Selain melalui instrumen safeguard, Edy juga mendukung rencana Kemenperin untuk mengurangi jumlah Lembaga Sertifikasi Produk (LSPro) sehingga nantinya hanya terpusat pada badan di bawah pemerintah saja.

"Ini merupakan langkah yang tepat dalam rangka perlindungan bagi konsumen dan industri dalam negeri dimana mayoritas LSPro yang ada saat ini belum dan tidak memiliki lab uji produk yang lengkap," ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Reni Lestari
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper