Bisnis.com, JAKARTA – Perbankan diimbau tidak menahan penyaluran kredit pemilikan rumah (KPR), karena hal itu berpotensi menyulitkan developer yang seharusnya tidak mengalami masalah.
Budiarsa Sastrawinata, Managing Director Ciputra Group, mengaku telah berbicara dengan direksi sejumlah bank penyalur KPR agar penyaluran kredit tersebut tidak ditahan.
“Kalau KPR ditahan, developer yang mestinya tidak mengalami masalah, akhirnya jadi kena masalah karena tidak bisa jualan. Akibatnya, developer itu juga tak bisa menunaikan kewajiban ke perbankan. Jadi, dampaknya juga ke perbankan,” tuturnya pada Kamis (11/2/2021).
Budiarsa, yang juga Presiden Federasi Real Estat Internasional (Fédération Internationale des Administrateurs de Biens Conseils et Agent Immobiliers/FIABCI) Indonesia, mengemukakan hal itu dalam Webinar Industri Properti Garda Terdepan Pemulihan Ekonomi Nasional yang digelar berkaitan dengan HUT Persatuan Perusahaan Realestat Indonesia (REI) ke-49.
Sementara itu, Ketua Umum DPP REI Paulus Totok Lusida mendorong pengembang untuk melakukan buyback terhadap KPR yang macet.
“Kredit macet [KPR] di daerah sangat banyak jumlahnya. Buyback kredit macet, developer harus menjaga nama kita, reputasi sebagai pengusaha sangat penting. Jadi, perlu buyback KPR macet,” kata Totok.
Baca Juga
Totok mengemukakan bahwa pihaknya terus melakukan lobi agar perbankan tidak menerapkan filter terlalu kredit terhadap calon penerima KPR.
Mengenai sulitnya perbankan menyetujui KPR calon pembeli rumah yang dibangun developer juga dikemukakan oleh Simon Rahman, Wakil Ketua DPD REI Sulawesi Selatan.
Dia berkisah sebelum pandemi Covid-19, persetujuan KPR dari perbankan mencapai 80 persen, sedangkan sekarang, “kalau ada satu atau dua dari 10 sudah bagus”.
Akibatnya, sejumlah pengembang di Sulsel sekarang memilih mulai menerapkan pembayaran langsung dari pembeli ke developer. “Namun, repotnya, kalau ada yang menunggak pembayaran,” tutur Simon.