Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Pertanian terus berupaya menjaga kinerja sektor pertanian yang kini terbukti masih terus tumbuh di tengah kinerja industri lain yang minus.
Badan Pusat statistik (BPS) mencatat pertumbuhan di sektor pertanian masih mencapai dua digit atau 16,24 persen pada kuartal II/2020. Kemudian, pada kuartal III/2020 meski tak semoncer kuartal sebelumnya tetapi masih mencatatkan pertumbuhan 2,15 persen.
Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo mengatakan dari nilai ekspor pertanian sampai dengan September 2020 juga tercatat mengalami kenaikan 10,12 persen, dari Rp276,59 triliun menjadi Rp304,57 triliun dari periode yang sama tahun lalu.
Selain itu, nilai tukar usaha petani (NTUP) dan nilai tukar petani (NTP) juga mengalami kenaikan masing-masing 0,66 persen dan 0,58 persen pada Oktober 2020. Alhasil, sektor pertanian dinilai terbukti tetap eksis dalam situasi krisis maupun normal. Untuk itu pada kuartal terakhir tahun ini pemerintah terus melakukan berbagai percepatan dan upaya agar tetap bertumbuh.
"Kuartal IV saya akan berusaha, tahun ini saya pastikan pangan juga akan aman, tahun depan pun kami akan melakukan perluasan lahan baru hingga 250.000 hektare," katanya dalam webinar Indef, Senin (30/11/2020).
Syahrul menyebut perluasan lahan tahun depan utamanya akan menyasar untuk produksi padi, jagung, bawang merah, dan cabai merah di daerah defisit.
Baca Juga
Selain program peningkatan produksi di atas, dalam upaya untuk membantu pemulihan ekonomi, Kementan juga akan melakukan diversifikasi pangan lokal, penguatan cadangan dan sistem logistik pangan, pengembangan pertanian modern, dan Gerakan Tiga Kali Ekspor atau Gratieks.
Terakhir, akan berupaya mengembangkan pertanian modern termasuk mengusulkan kurikulum pendidikan di kampus-kampus. Pada tahun depan, Kementan juga akan mulai melakukan pengembangan food estate. "Kami akan mulai lakukan pengembangan food estate yakni mengkorporasikan pertanian pada sektor-sektor mulai dari hulu sampai hilir yang akan diintervensi pada 2021," ujar Syahrul.
Meski sebelumnya, terkait dengan food estate ini pelaku industri menyarankan agar pemerintah membedakan peruntukan hasil tanam food estate antara publik dan industri.
Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) menyatakan Dewan Ketahanan Pangan Nasional sudah membuat peta jalan food estate. Namun, peta jalan tersebut belum memisahkan antara kebutuhan publik dan pelaku industri.
"Roadmap-nya mungkin masih [akan] didiskusikan lebih lanjut karena basis komoditasnya [belum fokus]. Tadi ada singkong, terus ada usulan sorgum. Belum dibedakan mana untuk publik dan industri," ujar Ketua Umum Gapmmi Adhi S. Lukman.
Adhi berpendapat masih ada dua komponen penting yang belum dimasukkan dalam peta jalan tersebut, yakni pemetaan kebutuhan komoditas dan pemisahaan kebutuhan publik dan sektor manufaktur. Pasalnya, untuk public obligation, pemerintah punya wewenang intervensi seluas-luasnya.
Selain itu, Adhi menilai seharusnya pembangunan food estate berada di Pulau Jawa ketimbang di Sumatera Utara dan Kalimantan Tengah lantaran sebagian besar pabrikan makanan dan minuman berada di sana. Namun, Adhi menyadari bahwa lahan adalah masalah utama pembangunan food estate di Pulau Jawa.
Di samping itu, Adhi mencontohkan beberapa komoditas utama industri mamin yang dapat menjadi pertimbangan pemerintah, yakni garam dan gula. Selain itu, Adhi menyarankan agar komoditas dalam food estate untuk industri adalah buah-buahan.