Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Menaker : Hanya 7 Persen Perusahaan yang Bayar Pesangon Sesuai UU Ketenagakerjaan

Secara total, besar pesangon di UU Cipta Kerja ini lebih kecil dari jumlah yang ditetapkan dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. 
Pekerja perempuan memproduksi alat pelindung diri sebuah perusahaan garmen saat kunjungan Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah di Jakarta, Rabu (1/7/2020). Kunjungan Menaker tersebut guna memastikan pekerja perempuan pada sektor industri tidak mendapatkan perlakuan diskriminatif serta untuk mengecek fasilitas laktasi dan perlindungan kesehatan bagi pekerja terutama saat pandemi Covid-19. ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat
Pekerja perempuan memproduksi alat pelindung diri sebuah perusahaan garmen saat kunjungan Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah di Jakarta, Rabu (1/7/2020). Kunjungan Menaker tersebut guna memastikan pekerja perempuan pada sektor industri tidak mendapatkan perlakuan diskriminatif serta untuk mengecek fasilitas laktasi dan perlindungan kesehatan bagi pekerja terutama saat pandemi Covid-19. ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat

Bisnis.com, JAKARTA – Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah menyebutkan ketentuan pesangon yang tertera dalam Undang-undang No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sering kali tak dijalankan.

Pasalnya, hanya 7 persen dari perusahaan yang membayar pesangon pekerja sesuai dengan ketentuan yang dimaksud.

“UU 13 Tahun 2003 tentang ketentuan pesangon yang memang sangat bagus 32 kali [besar pesangon sebanyak 32 kali upah]. Namun, pada prakteknya hanya 7 persen yang mengikuti ketentuan. Jadi UU itu artinya tidak implementatif,” kata Ida Fauziyah, dikutip dari Tempo.co, Kamis (15/10/2020).

Ida juga menyebutkan terdapat 27 persen dari perusahaan yang membayar sesuai dengan kesepakatan tetapi di bawah ketentuan UU. “Seharusnya tidak boleh,” katanya.

Menurutnya, hal itu dilakukan karena perusahaan tidak memiliki kemampuan untuk membayar besar pesangon PHK pekerja  sebesar 32 kali upah.

Berkaca dari fakta tersebut, Ida mengemukakan besaran pesangon di UU Cipta Kerja diturunkan dengan prinsip memastikan bahwa pesangon betul-betul menjadi hak dan dapat diterima pekerja atau buruh.

“Pemerintah tidak mau seperti itu, makanya diturunkan dengan adanya kepastian,” tuturnya.

Terkait bagaimana memastikan pekerja atau buruh mendapatkan hak pesangonnya, ia mengatakan akan ada ketentuan sanksi yang memaksa perusahaan. Sanksi tersebut akan diatur sebagaimana ketentuan UU Nomor 13 Tahun 2003.

“Ada nanti sanksinya diatur. Law enforcement ditegakkan,” katanya. Sementara itu, menurut

Ida menyebutkan besaran pesangon yang di atur di dalam UU Ketenagakerjaan sebenarnya merupakan kemampuan rata-rata besar pesangon perusahaan di seluruh dunia. Tetapi, faktanya perusahaan belum mampu membayar.

Di dalam UU Cipta Kerja, disebutkan besar pesangon diberikan maksimal 25 kali upah dengan skema pembayaran 19 kali oleh perusahaan. Sisanya, enam kali melalui program Jaminan Kehilangan Pekerjaan yang dikelola oleh BPJS Ketenagakerjaan.

Secara total, besar pesangon di UU Cipta Kerja ini lebih kecil dari jumlah yang ditetapkan dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. 

UU Cipta kerja yang disahkan juga memperkenalkan skema baru terkait dengan jaminan sosial ketenagakerjaan. Jaminan sosial tersebut diatur dalam JKP.

JKP ini diklaim tidak mengurangi manfaat dari berbagai jaminan sosial lain yang telah ada seperti Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JKM), Jaminan Hari Tua (JHT) dan Jaminan Pensiun (JP).

 “Program JKP ini memiliki 3 manfaat yaitu cash benefit, vocational training [pelatihan kerja] dan akses penempatan,” ujar Ida.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Newswire
Sumber : Tempo.co
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper