Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah berharap keberadaan RUU Cipta Kerja bisa mengurai kompleksitas persoalan ketenagakerjaan, meskipun substansi draf beleid tersebut banyak dipersoalkan oleh para pekerja.
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian mengungkapkan bahwa pandemi Covid-19 menjadi momentum untuk membenahi dan menata ulang atas berbagai persoalan di sektor ekonomi sehingga Indonesia tak kehilangan momentum untuk bangkit pascapandemi.
RUU Cipta Kerja (Ciptaker) juga dirancang untuk menjadi solusi bagi persoalan fundamental yang menghambat transformasi ekonomi nasional, seperti obesitas regulasi, rendahnya daya saing, dan terus meningkatnya angkatan kerja yang membutuhkan lapangan kerja baru.
"Jika sudah disahkan menjadi undang-undang dan berlaku efektif, UU Cipta Kerja diharapkan bisa memberikan kepastian dan kecepatan perizinan investasi, serta adanya kepastian hukum," demikian keterangan resmi Kemenko Perekonomian, Jumat (2/10/2020).
Pemerintah menargetkan keberadaan RUU Ciptaker bisa menjadi jalan bagi perbaikan drastis struktur ekonomi nasional sehingga bisa meraup angka pertumbuhan ekonomi di kisaran 5,7 persen hingga 6 persen.
Berikut janji-janji pemerintah jika RUU Ciptaker tersebut bisa segera di selesaikan. Pertama, penciptaan lapangan kerja sebanyak 2,7 - 3 juta per tahun (meningkat dari saat ini 2 juta per tahun), untuk menampung 9,29 juta orang yang tidak/belum bekerja (7,05 juta pengangguran dan 2,24 juta angkatan kerja baru).
Baca Juga
Kedua, peningkatan kompetensi pencari kerja dan kesejahteraan pekerja. Ketiga, peningkatan produktivitas pekerja, yang berpengaruh pada peningkatan investasi dan pertumbuhan ekonomi. Produktivitas Indonesia (74,4 persen) masih berada di bawah rata-rata negara ASEAN (78,2 persen).
Keempat, peningkatan investasi sebesar 6,6 persen s.d. 7,0 persen, untuk membangun usaha baru atau mengembangkan usaha existing yang akan menciptakan lapangan kerja baru dan meningkatkan kesejahteraan pekerja sehingga akan mendorong peningkatan Konsumsi (5,4 persen - 5,6 persen).
Kelima, pemberdayaan UMKM dan Koperasi, yang mendukung peningkatan kontribusi UMKM terhadap PDB menjadi 65 persen dan peningkatan kontribusi Koperasi terhadap PDB menjadi 5,5 persen.
Rencananya, para pekerja akan melakukan mogok nasional akan dilakukan secara konstitusional dengan tertib dan damai, selama tiga hari berturut-turut, dimulai pada tanggal 6 Oktober 2020 dan diakhiri pada saat sidang paripurna yang membahas RUU Cipta Kerja tanggal 8 Oktober 2020.
“Dalam mogok nasional nanti, kami akan menghentikan proses produksi. Di mana para buruh akan keluar dari lokasi produksi dan berkumpul di lokasi yang ditentukan masing-masing serikat pekerja di tingkat perusahaan,” ujar Presiden KSPI Said Iqbal.
Said mengungkapkan dasar hukum secara konstitusional mogok nasional ini adalah menggunakan dua undang-undang, yaitu UU No 9 tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum (Demonstrasi) dan UU No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Para buruh tentu akan mengikuti prosedur dari dua undang-undang tersebut.
Mogok nasional dengan menyetop produksi ini akan diikuti kurang lebih 5 juta buruh di ribuan perusahaan di 25 provinsi dan 300 kabupaten/kota.
Melibatkan beberapa sektor industri seperti kimia, energi, pertambangan, tekstil, garmen, sepatu, otomotif dan komponen, elektronik dan komponen, industri besi dan baja, farmasi dan kesehatan, percetakan dan penerbitan, industri pariwisata, industri semen, telekomunikasi, pekerja transportasi, pekerja pelabuhan, logistik, perbankan, dan lain-lain.
RUU Ciptaker sendiri dikabarkan akan segera disahkan oleh DPR dalam rapat paripurna yang akan digelar pada pekan depan.