Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Jelang Pidato Tahunan Presiden, Ini yang Diminta REI

Presiden Joko Widodo akan menyampaikan pidato dalam Sidang Tahunan MPR RI serta Sidang Bersama DPR RI dan DPD RI pada Jumat (14/8/2020). Menjelang kegiatan itu, Realestat Indonesia mengungkapkan harapan kalangan pengembang.
Siluet properti Jakarta./Reuters
Siluet properti Jakarta./Reuters

Bisnis.com, JAKARTA – Menjelang Pidato Presiden dalam Sidang Tahunan MPR RI serta Sidang Bersama DPR RI dan DPD RI pada Jumat (14/8/2020), pemerintah didesak untuk membereskan secara tuntas pandemi Covid-19.

Wakil Ketua Umum Koordinator DPP Realestat Indonesia (REI) bidang Tata Ruang, Pengembangan Kawasan dan Properti Ramah Lingkungan Hari Ganie mengatakan saat ini kasus Covid-19 meningkat di sejumlah wilayah.

Hal ini harus segera diatasi. Menurutnya, apabila permasalah Covid-19 ini beres, kegiatan masyarakat berjalan dengan lancar.

Dia menuturkan pada saat DKI Jakarta mulai menetapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) transisi, terjadi peningkatan penjualan rumah pada kuartal II tahun ini dibandingkan dengan kuartal sebelumnya di Jabodetabek dan Banten.

"Ini karena enggak bisa keluar rumah, jadi ketika PSBB transisi, langsung orang pada beli rumah. Jadi, Covid ini hambatan utama, kalau Covid ini diberesin, ekonomi naik. Kami berharap pemerintah sungguh-sungguh menangani pandemi ini," ujarnya kepada Bisnis pada Kamis (13/7/2020).

Selain itu, dia berharap Presiden Joko Widodo melihat industri properti ini secara komprehensif karena sektor properti melibatkan 175 industri ikutannya.

Sektor properti merupakan industri padat karya yang melakukan kajian dan menyerap 30 juta tenaga kerja yang terdiri dari 19 juta industri properti dan 11 juta industri yang terkait dengan properti.

"Kontribusi properti pada perekonomian kita hanya 2,7 persen, di negara lain bisa belasan persen, bahkan 20 persen. Jadi, memang perlu peningkatan pelibatan sektor properti," kata Hari.

Oleh karena itu, untuk mengatasi kondisi saat ini para pengembang memerlukan sejumlah insentif.

Hari menuturkan untuk jangka pendek diperlukan insentif berupa restrukturisasi kredit untuk properti. Hal ini dikarenakan Covid-19 sudah terjadi selama 6 bulan, sehinngga para pengembang tidak bisa bertahan lama lagi, khususnya untuk pengembang menengah ke bawah.

"Kalau memberikannya baru 2021, itu telat karena yang sudah tutup bangkrut, sulit diberi restrukturisasi," ucapnya.

Pemerintah diminta memberikan insentif relaksasi perpajakan pusat dan daerah. Pajak tersebut di antaranya Pajak Penghasilan (PPh) Final jual beli diturunkan dari 2,5 persen menjadi 1 persen dan memperpanjang waktu pembayaran menjadi 12 bulan hingga 18 bulan.

Kemudian Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 10 persen menjadi 5 persen dan memperpanjang waktu pembayaran menjadi 12 bulan hingga 18 bulan.

"Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) juga perlu dikurangi dari 5 persen menjadi 2,5 persen," tutur Hari.

Selain itu, dia berharap ada keringanan penggurangan tarif listrik dan air PDAM sebesar 50 persen untuk sektor perhotelan dan pusat perbelanjaan.

Untuk jangka panjang, dia berharap pemerintah melibatkan langsung asosiasi REI untuk diajak berdiskusi poin-poin dalam RUU Cipta Kerja. Dia berharap adanya penyederhaan syarat administrasi seperti permohonan IMB (Izin Mendirikan Bangunan).

"Sertifikat IMB yang lambat keluar itu di luar kontrol kami. Saat mengajukan pemohonan IMB diberikan surat bukti permohonan, kenapa enggak itu aja yang jadi persyaratan," ucapnya.

Dia juga menyoroti isi Perjanjian Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) yang cenderung memihak pada kepentingan pembeli dan tidak cukup adil bagi developer.

Lalu dia menyoroti kewajiban untuk hunian berimbang dimana tidak mungkin dilakukan karena harga lahan tidak bisa dikendalikan. "Bebasin hari ini, besok harga sudah beda lagi. Hunian berimbang, kenapa enggak sesuaikan saja dengan RDTR [rencana detail tata ruang]," kata Hari.

Dia juga menyoroti agar warga negara asing dapat diperbolehkan membeli rumah di Indonesia. "Properti orang asing jangan kasih aturan ribet. Tanahnya enggak bisa dibawa bule-bule itu. Jangan hanya untuk yang punya KITAS saja tetapi juga WNA yang punya surat tanda masuk atau multi entry, harus clear dan ada kepastian hukum," tutur Hari.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper