Bisnis.com, JAKARTA – Proyek pembangunan properti transit oriented development (TOD) terus berjalan meski ada pandemi Covid-19.
Direktur Prasarana Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) Kementerian Perhubungan Edi Nursalim mengatakan sesuai perpres 55/2018 tentang Rencana Induk Transportasi Jabodetabek terdapat 54 rencana pengembangan kawasan TOD di Jabodetabek, pengembangan di simpul-simpul transportasi KRL, MRT, LRT dan terminal bus.
Saat ini terdapat 12 proyek pengembangan kawasan TOD di Jabodetabek, yaitu stasiun Rawabuntu, stasiun Cisauk, stasiun Pondok Cina, stasiun Tanjung Barat, stasiun LRT Jatimulya (LRT), kawasan Dukuh Atas (MRT), kawasan Stasiun Tigaraksa, stasiun LRT Jatibening Baru, stasiun Fatmawati (MRT), stasiun Istora Senayan (MRT), stasiun lebak bulus (MRT), dan stasiun Blok M (MRT)
"Lalu yang sudah di berikan rekomendasi teknis terkait 5 aspek transportasi oleh BPTJ yakni TOD Dukuh Atas, TOD Cisauk, TOD Rawabuntu, TOD Podomoro Gunung Putri, TOD Jatimulya, TOD Tigaraksa, dan TOD Jababeka (swasta)," ujarnya kepada Bisnis, Selasa (11/8/2020).
Dia menuturkan PT KAI dan Perusahaan Umum Pembangunan Perumahan Nasional (Perumnas) membangun TOD di Pondik China, Tanjung Barat, dan Rawabuntu.
Lalu KAI dan PT Pembangunan Perumahan (PP) membangun TOD di stasiun Djuanda dan Stasiun Manggarai.
KAI dan PT Moda Integrasi Transportasi Jabodetabek (MITJ) juga membangun TOD di stasiun Tanah Abang, stasiun Kampung Bandan, stasiun Senen, stasiun Manggarai, dan stasiun Bogor.
KAI dengan PT Hutama Karya dengan PT Jaya Property membangun TOD di stasiun Jurang Mangun.
Untuk TOD di stasiun Cisauk dibangun oleh KAI dengan PT Adhi Karya Tbk dan PT Sinar Mas Land, sementara untuk TOD stasiun Depok Baru dibangun oleh Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) dengan PT Andhika Investa.
"Ini proyeknya ada yang sudah jalan dan ada yang belum. Meski ada pandemi Covid-19, secara prinsip, bidang infrastruktur transportasi di indonesia tidak terhambat permasalahan," tutur Edi.
Direktur PT Ciputra Development Tbk Artadinata Djangkar mengatakan hunian berbasis TOD yang tengah dikembangkan yakni Citra Landmark yang rencananya mulai pemilihan unit pada bulan April lalu.
"Namun, dengan adanya pandemi Covid dimana tidak mungkin untuk melakukan kegiatan yang mengumpulkan orang, serta sulitnya untuk bertemu langsung dengan calon pembeli," ucapnya.
Oleh karena itu, pihaknya memilih untuk menunda rencana pemilihan unit tersebut. Perusahaan saat ini masih mempelajari kondisi PSBB transisi ini. "Kami akan melihat perkembangan lagi ke depan," kata Artadinata.
Citra Landmark ini berada di kawasan Ciracas, Jakarta Timur ini, dikembangkan Ciputra Group bersama dengan Trisula Corporation dan Asia Green Real Estate sebagai mitra joint venture.
Proyek Citra Landmark merupakan kawasan hunian yang seluruhnya terdiri dari 11 menara apartemen di atas lahan seluas 7 hektare (ha).
Direktur PT Metropolitan Land Tbk Olivia Surodjo menuturkan hingga kini proyek hunian berbasis TOD yang tengah dikembangkan yakni Metland Cibitung. Perusahaan pun belum memiliki proyek TOD yang baru di tahun ini. TOD di Telaga Murni Cibitung dibangun di lahan seluas 400 hektare (ha).
Direktur Utama PT Adhi Commuter Properti (ACP) Rizkan Firman menuturkan salah satu proyek properti yang berkonsep terintegrasi transportasi massal TOD yang tengah digarap yakni Grand Central Bogor, yang berada tepat di sisi Stasiun Bogor.
“Properti berkonsep TOD di kawasan Bogor semakin prospektif. Sebab, Bogor memiliki kemudahan dalam menjangkau ibu kota Jakarta. Terdapat moda transportasi berbasis bus dan kereta yang menjadi magnet bagi investor properti atau mereka yang hendak tinggal di Bogor,” ucapnya.
Apartemen Grand Central Bogor termasuk dalam lima proyek baru Adhi Commuter Properti untuk menggenjot target marketing sales tahun ini.
"Cara Adhi Commuter Properti meningkatkan performa target tersebut dengan mengembangkan mengelola pendapatan berulang di antaranya dengan mengakuisisi PT Mega Graha Citra Perkasa (MGCP), anak usaha PT Cowell Development. Tujuannya demi mempercepat pertumbuhan kawasan TOD di Bogor, yakni Grand Central Bogor,” katanya.
Grand Central Bogor dikembangkan di lahan seluas 5.731 meter persegi dan berlokasi tepat di sisi Stasiun Bogor. Selain itu, apartemen ini memiliki view yang indah, yakni view Gunung Salak, serta view yang menghadap pusat kota Bogor.
Apartemen Grand Central Bogor terdiri dari 667 unit Tipe Deluxe dan 162 nit Tipe Premium, setinggi 22 lantai dengan 3 lantai parkir basemen. Untuk harga Tipe Deluxe ditawarkan dengan harga mulai dari Rp447 juta dan tipe Premium dengan harga mulai dari Rp744 juta. Dari sesi pilih unit ini terungkap unit yang menjadi favorit bagi konsumen adalah unit yang memiliki view menghadap Gunung Salak.
Selain menawarkan lokasi yang strategis, Grand Central Bogor juga dilengkapi dengan berbagai fasilitas penunjang bagi para penghuninya seperti Shophouse, Sky Garden, Swimming Pool, Fitness Center dan fasilitas penunjuang lainnya.
"Apartemen Grand Central Bogor akan diserah-terimakan kepada konsumen mulai tahun 2023," tuturnya.
Selain di Bogor, ACP juga menggarap hunian berbasis TOD di Sentul, Jakarta dan Tangerang.
Sementara itu, Senior Associate Colliers International Indonesia Ferry Salanto menuturkan apartemen yang dibangun dengan basis TOD akan dilirik oleh calon konsumen. Menuturnya, pemilihan TOD adalah time travel, bukan lagi jarak tempuh.
"Jika apartemen berbasis TOD dibangun dengan penekanan pada waktu tempuh, maka akan banyak diminati. Jarak tempuh bukan lagi pertimbangan utama," ujarnya.
Hunian dengan gimmick berbasis TOD yang masuk pasar saat ini dinilai tak menunjukkan kinerja penjualan signifikan.
"Sama saja dengan apartemen biasa tanpa gimmick TOD. Ini karena hunian-hunian itu dibangun tidak mengacu pada prinsip TOD," tuturnya.
Advisory Sales Colliers International Indonesia Monica Koesnovagril menambahkan untuk membangun hunian TOD perlu memiliki sinkronisasi rancangan induk hunian berbasis TOD dengan rancangan induk wilayah di mana pengembangan baru ini berada.
Pengembang yang akan membangun hunian berbasis TOD harus berdasarkan pada rancangan tata ruang wilayah (RTRW) dan rencana detail tata ruang (RDTR).
"Pada prinsipnya pengembang TOD mengintegrasikan seluruh aspek, meminimalisasi penggunaan transportasi pribadi, ramah lingkungan, dan yang terpenting mengubah perilaku penghuni," katanya.
Menurutnya, hingga saat ini belum ada satu pun pengembangan hunian TOD di Indonesia terutama Jakarta yang sesuai dengan prinsip TOD.
"Pemerintah harus menjadi regulator sekaligus pengawas implementasi pembangunan hunian berbasis TOD. Pemerintah yang seharusnya memiliki dan menguasai lahan sehingga bisa mengatur apa dan bagaimana hunian TOD ini," ucap Monica.
Dia menuturkan tantangan dalam membangun hunian berbasis TOD yakni ketersediaan lahan dengan harga murah.
"Saat ini masih menghadapi tantangan sangat berat ya, yaitu ketersediaan lahan. Ketersediaannya terbatas. Kalau pun ada harganya mahal," tuturnya.