Bisnis.com, JAKARTA - Indonesia Iron and Steel Industry Association (IISIA) menyatakan masih belum mendapatkan kejelasan terkait dengan penurunan tarif gas kecuali kenaikan biaya surcharge.
Seperti diketahui, biaya surcharge adalah biaya yang dibayarkan pabrikan jika pemakaian gas melebihi kontrak. Adapun, biaya surcharge yang dikenakan pada industri baja naik dari 120 persen menjadi 140 persen.
"Sekarang timbul pertanyaan, katakanlah saya punya kontrak umpamanya 1 juta kubik gas, apakah 1 juta kubik gas ini dapat [tarif] US$6 per mmBTU atau hanya beberapa persen dari 1 juta tersebut? Ini masih belum jelas," kata Wakil Ketua Umum IISIA Ismail Mandry kepada Bisnis.com, Selasa (7/7/2020).
Berdasarkan Keputusan Menteri ESDM No. 89K/2020, terdapat 56 pabrikan baja yang menjadi penerima manfaat penurunan tarif gas ke level US$6 per mmBTU. Adapun, seluruh pabrikan tersebut akan mendapatkan gas dari lima distributor gas yakni PT Perusahaan Gas Negara Tbk., PT Pertamina Gas, PT Pertagas Niaga, PT Energasindo Heksa Karya, dan PT Sadikun Niagamas Raya.
Secara total, ke-56 pabrikan tersebut tercatat akan menggunakan 334.74 BBTUD gas hingga akhir 2020. Adapun, PGN mendominasi penyaluran gas ke industri baja hingga 52 pabrikan atau 92 persen dari penerima manfaat penurunan tarif gas.
Ismail menyatakan hingga saat ini pabrikan yang mendapatkan stimulus tersebut baru pabrikan yang berada di Pulau Jawa bagian barat atau sekitar 32 pabrikan. Sementara itu, IISIA belum mendapatkan laporan terkait keberlanjutan penurunan tarif gas di pulau Jawa bagian timur maupun Sumatera Utara.
Baca Juga
"PGN baru menyampaikan [pabrikan yang menerima tarif US$6 per mmBTU saat ini berada di] Banten, Jawa Barat, dan DKI Jakarta, sedangkan di Jawa TImur dan Sumatera Utara belum. Makanya, minggu depan saya bisa kasih keterangan lebih detail setelah dapat info dari anggota," ucapnya.
Ismail menyatakan penurunan tarif gas pada awal semester II/2020 dapat membantu pemulihan industri baja nasional. Namun demikian, lanjutnya, utilitas industri baja belum dapat kembali ke posisi pra-pandemi hingga akhir 2020.
Ismail meramalkan utilitas mayoritas baru dapat menyentuh level 50 persen pada kuartal IV/2020 jika proyek-proyek konstruksi kembali berjalan. Adapun, saat ini utilitas industri baja berada di kisaran 30 persen atau turun dari posisi awal tahun di kisaran 70 persen.
"Kalau [penurunan tarif gas] dilakukan saat kondisi normal, roda industri baja akan bergerak lebih cepat. Tapi, ini baru dilaksanakan 4 tahun kemudian [setelah penerbitan Perpres No/40/2016] dan diterapkan saat pandemi," katanya.
Menurutnya, konsumsi gas oleh industri baja tidak akan meningkat pada tahun ini walaupun tarif gas sudah diturunkan. Pasalnya, lanjutnya, permintaan baja nasional merosot seiring tertundanya proyek konstruksi pemerintah maupun swasta pada awal pandemi Covid-19.