Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Tanggapi Rekomendasi Bank Dunia, Ini Kata Pemerhati Sektor Properti

Bank Dunia menyebutkan bahwa skema-skema subsidi perumahan yang diterapkan pemerintah terlalu mahal dan kurang efektif pada anggaran belanja publik.
Warga melintas di proyek pembangunan rumah bersubsidi di Klapanunggal, Kabupaten Bogor, Rabu (27/5/2020). Bisnis/Abdurachman
Warga melintas di proyek pembangunan rumah bersubsidi di Klapanunggal, Kabupaten Bogor, Rabu (27/5/2020). Bisnis/Abdurachman

Bisnis.com, JAKARTA – Bank Dunia menyebutkan bahwa skema-skema subsidi perumahan yang diterapkan pemerintah terlalu mahal dan kurang efektif pada anggaran belanja publik.

Pemerhati sektor properti Panangian Simanungkalit membenarkan pernyataan tersebut. Skema seperti fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP) dengan suku bunga 5 persen selama 20 tahun memang menjadi biaya yang mahal dan membebani fiskal.

“Kalau SSB [subsidi selisih bunga] itu malah, menurut saya, lebih efektif karena pemerintah hanya membantu selisih bunga dan tenornya lebih pendek sehingga yang terjaring lebih banyak, sedangkan FLPP jadi beban jangka panjang,” ungkapnya kepada Bisnis, Kamis (25/6/2020).

Adapun, untuk rekomendasi Bank Dunia agar pemerintah menggalakkan bantuan pembiayaan perumahan berbasis tabungan (BP2BT) di Indonesia, menurutnya, sulit. Pasalnya, dalam skema tersebut banyak aturan terkait spesifikasi yang tidak cocok diterapkan di Indonesia.

“Menurut saya, sulit kualitas dan murah untuk bisa sejalan. Di Indonesia ini fokusnya pemerintah dan pengembang kan yang penting banyak yang terbangun, sudah ada spesifikasinya juga soal rumah sederhana. Dengan aturan kualitas, bakal sulit terkejar target-target bangun rumah,” jelasnya.

Namun, ada benarnya juga bahwa rekomendasi Bank Dunia tidak bisa diterapkan di Indonesia secara umum karena kondisi tiap wilayah beda-beda dengan sifat orang-orangnya yang juga beragam.

“Jadi, kalau Bank Dunia merekomendasikan BP2BT ya, karena itu programnya mereka aja, sekalian promosi. Kalau soal kualitas juga kan relatif, kalau mau disamakan dengan rumah murah di negara lain ya, susah,” tutur Panangan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Mutiara Nabila
Editor : Zufrizal
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper