Bisnis.com, JAKARTA – Bank Dunia menilai belanja publik dari pemerintah untuk program-program perumahan belum efisien. Beberapa program seperti subsidi perumahan dinilai justru membebani anggaran biaya fiskal dan terus meningkatkan utang di masa depan.
“Skema-skema yang ada saat ini cenderung menguntungkan bank dan pengembang daripada konsumen, dan membuat hengkangnya sektor swasta,” kata Dao Harrison, Senior Housing Specialist di Bank Dunia, dalam webinar, Kamis (25/6/2020).
Menurutnya, skema-skema yang ada seperti bantuan stimulan perumahan swadaya (BSPS) pangsanya terlalu besar dibandingkan dengan skema subsidi lainnya. Dengan demikian, sering kali target tahunan BSPS tidak tercapai, seperti yang terjadi pada 2017 dan 2018.
Ketidakefektifan BSPS juga dikarenakan sebagian besar program BSPS beroperasi di daerah perdesaan, sedangkan sebagian besar rumah dengan kualitas tidak layak huni berada di daerah perkotaan, terutama di daerah-daerah kumuh.
Desain skema subsidi seperti fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP) dan subsidi selisih bunga (SSB) juga dinilai memakan banyak biaya dan kurang tepat sasaran.
“Walaupun subsidi KPR [kredit pemilikan rumah] ini telah membantu Pemerintah Indonesia untuk mencapai target kuantitatifnya, subsidi tersebut memakan biaya yang mahal dan kemungkinan tidak berkelanjutan dalam jangka panjang, menciptakan utang jangka panjang, dan risiko tingkat bunga,” kata Dao.
Baca Juga
Baik FLPP maupun SSB memiliki biaya per unit yang tinggi, yaitu Rp58 juta hingga Rp61 juta per unit yang disubsidi. Jika dikalikan dengan jumlah rata-rata unit bersubsidi per tahun, sekitar 260.000 unit, jumlah ini menjadi sekitar Rp14 triliun, atau Rp1,3 triliun per tahun selama masa pinjaman 20 tahun.
Dao berharap supaya Pemerintah Indonesia bisa menyediakan pembiayaan perumahan yang lebih hemat dan untuk jangka panjang, seperti menggencarkan program subsidi bantuan pembiayaan perumahan berbasis tabungan (BP2BT) yang bekerja sama dengan Bank Dunia.
“BP2BT harapannya justru lebih digencarkan karena bisa jadi alternatif. BP2BT menyediakan bantuan uang muka satu kali untuk MBR [masyarakat berpenghasian rendah], mengurangi kewajiban ekonomi pada masa depan, dan biaya administrasi jangka panjang bagi pemerintah,” jelasnya.