Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Permenhub Soal PSBB Dianggap Memprioritaskan Kepentingan Bisnis Aplikator

MTI berpendapat, dalam menghadapi sebaran wabah virus corona yang begitu cepat, hendaknya pemerintah dan masyarakat saling mendukung dan bergerak cepat tanpa melihat kepentingan bisnis.
Warga mengorder ojek online di Jakarta./Bisnis-Abdurahman
Warga mengorder ojek online di Jakarta./Bisnis-Abdurahman

Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Perhubungan dianggap mengutamakan kepentingan bisnis aplikator dalam menerbitkan beleid terkait pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di bidang transportasi yang memperbilehkan ojek online (ojol) mengangkut penumpang ketika masa tersebut

Aturan Kementerian Perhubungan (Kemenhub) terkait pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di bidang transportasi yang mengakomodir agar ojek online (ojol) diperbolehkan mengangkut penumpang ketika masa tersebut berlangsung dianggap sebagai upaya mengakomodir kepentingan bisnis aplikator.

Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat Djoko Setijowarno menuturkan seharusnya Kemenhub dan regulator lainnya berfokus pada penyelamatan manusia bukan lagi memasukan kepentingan bisnis dalam kebijakannya di tengah menyebarnya virus corona atau Covid-19.

"Nampak sekali, pasal ini [dalam Permenhub 18/2020] untuk mengakomodir kepentingan bisnis aplikator transportasi daring. Pemrov. DKI Jakarta dan aplikator selama ini pelaksanaan PSBB di Jakarta sudah mau taat aturan yang sudah diberlakukan. Masyarakat pasti akan taat aturan selama tidak ada diskriminasi di lapangan," jelasnya, Senin (13/4/2020).

Dia mengatakan dalam menghadapi sebaran wabah virus corona yang begitu cepat, hendaknya pemerintah dan masyarakat saling mendukung dan bergerak cepat tanpa melihat kepentingan perseorangan dan mengesampingkan kepentingan bisnis.

Demikian pula dengan aturan yang jadi rujukan jangan saling bertentangan dan menimbulkan kebingungan di masyarakat, termasuk petugas pelaksana di lapangan.

Kemenhub telah mengeluarkan Peraturan Menteri Perhubungan No.18/2020 tentang Pengendalian Transportasi dalam Rangka Pencegahan Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (Covid-19). Namun, peraturan ini sangat kontradiktif, bertentangan dengan aturan sebelumnya dan aturan dalam Permenhub itu sendiri serta prinsip physical distencing (jaga jarak fisik).

Sebelumnya, Pemerintah dan Pemerintah Daerah sudah menerbitkan Undang-Undang No. 6/2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, Peraturan Pemerintah No.21/2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19), Peraturan Menteri Kesehatan No.9/2020 tentang Pedoman Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) dan Peraturan Gubernur No.3/2020 tentang Pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) di Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.

Seluruh aturan tersebut selaras dan saling mendukung. Hal ini berbeda dengan kedatangan aturan terbaru dari Kemenhub yakni Permenhub No.18/2020 ini. "Meskipun awalnya ada permintan untuk membolehkan ojek online (daring) mengangkut orang. Ketegasan Kementerian Kesehatan patut dipresiasi untuk tidak mengabulkan permintaan itu," katanya.

Pasal 15 Permenkes No.9/2020 menyatakan, bahwa ojek daring hanya boleh beroperasi mengangkut barang, bukan orang. Adapun permintaan supaya pengemudi ojek daring untuk tetap dapat membawa penumpang dianggap melanggar esensi dari menjaga jarak fisik (physical distancing).

Justru ada kesan ambigu di Permenhub No.18/2020 pasal 11. D, menyebutkan dalam hal tertentu untuk melayani kepentingan masyarakat dan untuk kepentingan pribadi, sepeda motor dapat mengangkut penumpang dengan ketentuan harus memenuhi protokol kesehatan sebagai berikut (1) aktivitas lain yang diperbolehkan selama Pembatasan Sosial Berskala Besar, (2) melakukan disinfeksi kendaraan dan perlengkapan sebelum dan setelah selesai digunakan.

Selain itu, (3) menggunakan masker dan sarung tangan, dan tidak berkendara jika sedang mengalami suhu badan di atas normal atau sakit.
Pasal tersebut dianggapnya bertentangan dengan pasal 11.c pada aturan yang sama, angkutan roda 2 (dua) berbasis aplikasi dibatasi penggunaannya hanya untuk pengangkutan barang.

"Apabila diterapkan, siapa petugas yang akan mengawasi di lapangan dan apakah ketentuan tersebut akan ditaati pengemudi dan penumpang sepeda motor? Bagaimana teknis memeriksa suhu tubuh setiap pengemudi dan penumpang? Pemerintah harus menyediakan tambahan personil dan anggaran untuk melengkapi pengadaan pos pemeriksaan, mustahil dapat diawasi dengan benar," katanya.

Dia menyarankan agar Permenhub ini segera dicabut dan direvisi terutama pada bagian angkutan roda dua berbasis aplikasi tersebut. "Abaikan kepentingan bisnis sesaat yang menyesatkan. Utamakan kepentingan masyarakat umum demi segera selesainya urusan penyebaran wabah virus corona," imbuhnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper