Bisnis.com, JAKARTA - Di tengah lesunya kinerja pasar properti yang terjadi sejak 2013 lalu ternyata tak membuat minat pasar untuk hunian kelas menengah ke atas benar-benar meredup. Permintaan hunian di segmen tersebut masih tetap ada di tahun ini, meski penyerapannya masih belum sesuai harapan.
Masih adanya minat pasar terhadap hunian segmen tersebut tercermin dalam gelaran Indonesia Properti Expo (IPEX) 2020 yang ditutup Minggu (23/2/2020), ketika hunian senilai Rp1 miliar masih terbilang kompetitif.
Sebelumnya, pengembang besar yang membangun rumah mewah alias non-subsidi juga dinilai paling mengalami dampak kelesuan di sektor properti selama beberapa tahun belakangan ini.
Hanya saja, pengamat bisnis properti menilai jika prospek penjualan rumah mewah yang menyasar segmen kelas atas pada tahun ini masih belum sesuai harapan para pengembang properti.
"Masih akan sulit jika pemerintah kurang pintar dan jeli dalam membuat strategi agar investor mau berinvestasi di properti kelas ini," kata pengamat bisnis properti Panangian Simanungkalit, Senin (24/2/2020).
Berdasarkan catatannya, sebanyak 80 persen pangsa pasar hunian di atas Rp1 miliar disasar oleh kalangan investor, bukan end user. Hanya saja, investor belum tentu bisa mengeruk keuntungan dengan cepat.
Baca Juga
Panangian menyarankan agar pembeli rumah mewah khususnya para investor diberi insentif tertentu guna mendorong sektor properti khususnya untuk hunian mewah bisa terus bergairah.
Insentif tersebut, imbuhnya, bisa dilakukan dengan menyasar kalangan yang sudah mengikuti tax amnesty mengingat selama ini program itu belum terlalu berdampak pada adanya investor yang masuk ke segmen properti kelas mewah.
Menurutnya, uang hasil repatriasi dari luar negeri senilai Rp145 triliun yang harus ditempatkan minimal 3 tahun di perbankan belum menyentuh sektor riil termasuk properti.
Masukan lainnya adalah bagi konsumen yang belum mengikuti tax amnesty agar diberikan kesempatan kedua dengan tarif dua kali sampai dengan tiga kali lipat dari tax amnesty yang pertama.
Founder Panangian School of Property tersebut menjelaskan melalui tax amnesty pengusaha yang ingin mendaftarkan asetnya hanya perlu membayar hingga 2 persen, sedangkan setelah lewat masa tax amnesty bisa mencapai 30 persen.
"Jadi dirasa terlalu berat. Nah, mereka memilih sambil menunggu adanya tax amnesty yang kedua atau tidak perlu beli properti. Jadi kompleks," jelasnya.
Panangian mengungkapkan apabila pemerintah mempertimbangkan tax amnesty jilid dua, maka akan berdampak pada pemasukan pajak yang lebih besar sehingga berimbas pada penjualan properti. Dengan cara itu, dia yakin dapat membangkitkan sektor riil yang berbasis konsumsi melalui properti kelas mewah.