Bisnis.com, JAKARTA – Asosiasi Aneka Industri Keramik menyatakan pertumbuhan produksi industri saniter tahun ini negatif. Hal tersebut disebabkan oleh pergeseran serapan kelas produk di dalam negeri.
Ketua Bidang Saniter Asosiasi Aneka Industri Keramik (Asaki) Hendri Wijaya mengatakan perlambatan pertumbuhan produksi saniter tahun ini merupakan yang pertama sejak 5 tahun yang lalu.
Hendri mendata produksi produk saniter pada Januari—Oktober turun 10 persen secara tahunan atau sekitar 4 juta buah. Seperti diketahui, produk saniter adalah peralatan di kamar mandi seperti kloset, lavatory, tangki urinal, dan produk sejenis.
Hendri meramalkan penurunan produksi saniter pada tahun ini akan mencapai 10 persen dari realisasi tahun lalu menjadi sekitar 4,5 juta—4,7 juta buah.
“Pabrik-pabrik kami rata-rata produksinya [produk] menengah atas. Konversi antara permintaan dan produksi masih belum matching. Mungkin 2020 baru bisa naik lagi ketika konversi jenis atau model yang kita produksi sudah bisa menyesuaikan demand,” katanya kepada Bisnis.com, Selasa (29/10/2019).
Dia menyampaikan pergeseran preferensi konsumen tersebut disebabkan oleh penerbitan standar nasional Indonesia (SNI) terhadap produk-produk saniter.
Penerbitan SNI tersebut, lanjutnya, membuat konsumen hanya bertumpu pada komponen harga lantaran komponen keamanan produk telah dijamin SNI. Namun , Hendri mengatakan para produsen tidak menganggap penerbitan SNI sebagai sebuah masalah.
Alasannya, penerbitan SNI tersebut dapat menghadang produk saniter impor. Adapun, produsen lokal baru mampu menopang sekitar 62%—71% dari permintaan nasional.
Hendri berujar pergeseran preferensi tersebut membuat para produsen menaikkan kapasitas lini produksi produk kelas bawah. Dia mencatat produksi produk kelas bawah meningkat dari 10 persen—15 persen menjadi hingga 40 persen dari kapasitas produksi. Adapun, kapasitas produksi industri saniter per tahun sekitar 5 juta buah per tahun.
Adapun, produk menengah atas kini fokus dipasarkan di pasar global yang tadinya ditujukan untuk kebutuhan lokal. Selain itu, kapasitas produksi produk menengah atas susut dari 80% menjadi 60% dari kapasitas produksi per tahunnya.
Walaupun menurun, Hendri berujar para produsen tidak akan mengedukasi pasar untuk memilih produk menengah atas untuk memperbaiki margin. Menurutnya, para produsen memang melakukan edukasi kepada pasar. “Tapi, tujuannya untuk mengedukasi masyarakat dari [menggunakan] kloset jongkok ke duduk.”