Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Apa Itu Blue Paper 15 dan 16 yang Disusun Indonesia?

Indonesia mendapat mandat untuk menyusun blue paper 15 terkait praktik IUU Fishing dan blue paper 16 terkait tindak kriminal di sektor perikanan (fisheries related crime).
Kapal pencuri ikan ditenggelamkan/Antara
Kapal pencuri ikan ditenggelamkan/Antara

Bisnis.com, JAKARTA – Indonesia mendapat mandat untuk menyusun desain strategi Blue Paper 15 terkait dengan praktik IUU Fishing dan Blue Paper 16 terkait dengan tindak kriminal di sektor perikanan (fisheries related crime).

Blue Paper sendiri adalah salah satu instrumen yang kelak diharapkan bisa menjadi amunisi untuk melindungi laut, tak hanya laut Indonesia tetapi laut dunia.

Pemberian mandat ini berawal dari pertemuan Kelompok Ahli Panel Tingkat Tinggi (PLT) untuk Ekonomi Laut Berkelanjutan di Abi Dhabi pada 3 Maret 2019 lalu.

Hassan Wirajuda selaku Co Lead Author Blue Paper 15 terkait IUU Fishing menyebutkan Blue Paper 15 dan Blue Paper 16 ini kelak akan menjadi salah satu bagian dari Blue Paper utuh yang diharapkan bisa menjadi petunjuk bagai pemanfaatan sumber daya laut sebagai salah sumber daya perekonomian berkelanjutan.

“Sebetulnya tema besarnya lebih pada bagaimana mengelola laut secara lebih ekonomis karena laut sebagai resources itu juga terbatas. Misalnya, sebagai salah satu sumber makanan manusia, jumlahnya terbatas dan bisa habis, depleted. Padahal pada pihak lain jumlah penduduk terus meningkat,” jelasnya kepada Bisnis, Selasa (23/7/2019).

Adapun, Blue Paper ini nantinya akan lebih fokus pada laut lepas (high seas) yang saat ini dinilai rentan terhadap sejumlah tindakan yang berpotensi mengancam keberlangsungan sumber daya yang ada di dalamnya.

Pasalnya, saat ini, perlindungan terhadap laut lepas dinilai masih lemah lantaran belum adanya aturan yang benar-benar mengatur praktik penangkapan ikan di wilayah ini sehingga eksploitasi sumber daya secara besar-besaran masih berpotensi terjadi.

Indonesia yang dinilai berpengalaman terkait dengan penanganan dua hal ini yakni IUU Fishing dan tindak kejahatan di sektor kelautan pun ditunjuk untuk menyusun dua dari belasan blue paper ini.

Hassan dan Kepala Badan Riset and Sumber Daya Manusia (BRSDM) Sjarief Widjaja menjadi co author untuk Blue Paper 15, sedangkan Koordinator Staf Khusus Satgas 115 Mas Ahmad Santosa menjadi salah seorang co author untuk Blue Paper 16.

“Jadi, kita berperan besar karena memang praktik pada tingkat nasional kita sangat menonjol dan sangat dihargai misalnya mengenai upaya mengeradikasi illegal fishing di tingkat nasional tapi kan lautan kita hanya bagian dari lautan dunia. Ikannya ada di sini, pindah ke tempat kain. Jadi, habis juga,” paparnya.

PERTEMUAN BERSAMA

Untuk menjalankan mandat ini, pada Selasa (23/7/2019) dilaksanakanlah pertemuan bersama sejumlah ahli, baik dari pihak pemerintah, organisasi nirlaba baik dalam dan luar negeri, juga ahli dari pihak swasta untuk membahas sejumlah rekomendasi yang sudah ada dalam Blue Paper 15  dan Blue Paper 16.

Dalam pertemuan ini, selain membahas rekomendasi yang sudah ada, para peserta juga mengajukan sejumlah saran terkait hal-hal yang perlu ditambahkan dalam rekomendasi tersebut.

Rekomendasi-rekomendasi yang telah terkumpul ini, kemudian akan dibawa ke high level panel untuk diselaraskan dengan blue paper lainnya sehingga terbentuk sebuah susunan rekomendasi yang untuk terkait Ekonomi laut berkelanjutan.

Rekomendasi utuh ini kemudian akan dibawa ke pertemuan tingkat tinggi negara-negara yang terlobat dalam proses pembentukannya untuk disosialisasikan.

Diharapkan, seluruh negara bisa sepakat dan mengamini isi dari rekomendasi ini serta sepakat untuk mengadopsinya sehingga kerja sama melindugi lautan luas sebagai salah satu sumber ekonomi dan penghidupan masyarakat dunia bisa terwujud.

Selanjutnya, rekomendasi ini juga akan dibawa ke forum-forum besar negara-negara dunia seperti G20, PBB dan lainnya dengan tujuan yang sama.

MASIH PANJANG

Kendati demikian, Hassan mengamini bahwa untuk sampai ke tahap di mana rekomendasi blue paper ini diakui dan diadopsi oleh negar-negara di dunia, masih membutuhkan jalan panjang. Sama seperti rekomendasi-rekomendasi dan kesepakatan lainnya terkait dengan perlindungan sumber daya alam dan bumi.

Hal ini lantaran tidak semua negara bisa menerima poin-poin penting yang menjadi isi atau rekmendasi dalam blue paper ini karena adanya kepentingan-kepentingan tersendiri.

“Masih panjang sekali [proses yang harus dilalui] tapi setidaknya kita sudah memulai,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper