Bisnis.com, JAKARTA -- Pemerintah melakukan ekspedisi oseanografi ke perairan di Indonesia timur untuk melihat perubahan kondisi lingkungan laut sehubungan dengan berlangsungnya La Nina.
Ekspedisi dengan menerjunkan 25 peneliti itu dilakukan di Laut Banda, Laut Maluku, Selat Makassar, dan Selat Lombok yang merupakan salah satu basin atau lembah laut dalam di perairan Indonesia bagian timur. Basin itu berperan penting dalam pertukaran massa air dari Samudra Pasifik ke Samudra Hindia.
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan (Balitbang KP) Zulficar Mochtar mengatakan ekspedisi yang dimulai akhir pekan lalu itu merupakan langkah menghadapi fenomena perubahan iklim secara ekstrem (monsun) di tenggara yang terjadi Juli hingga September.
"Pada periode itu, angin permukaan di Laut Banda, Laut Maluku, Selat Makassar, dan Selat Lombok berembus ke arah barat laut yang menyebabkan suhu permukaan air laut lebih dingin dan terjadi upwelling. Sebaliknya, pada saat monsun barat (November–Maret) angin permukaan berhembus ke tenggara, suhu permukaan air laut lebih hangat dan mengurangi transpot arus lintas Indonesia (Arlindo)," katanya dalam siaran pers, Senin (29/8).
Ekspedisi yang akan dilakukan hingga September itu dilakukan dengan pertimbangan kondisi perubahan iklim La Nina sangat berpengaruh pada transpor massa air dari Samudra Pasifik ke Hindia dan kekuatan upwelling di Laut Banda.
Ekspedisi menggunakan kapal riset Baruna Jaya VIII tersebut tersebut juga akan memvalidasi kapal yang beroperasi di perairan laut Indonesia bagian timur sehubungan dengan praktik illegal, unreported, and unlegalized (IUU) fishing.
Pertimbangan lainnya, validasi dan penajaman hasil model hidrodinamika dan biogeokimia dari proyek Infrastructure Development of Space Oceanography (Indeso) yang saat ini bersifat operasional. Selain itu, jumlah pengukuran yang dilakukan di perairan Indonesia bagian timur masih terbatas, salah satunya yang berkaitan dengan pengukuran arus terhadap kedalaman dan karbon laut.
Sebelumnya, kajian bersama para pemangku kepentingan telah mengidentifikasi permasalahan seputar pengelolaan kawasan Laut Banda, a.l. degradasi ekosistem dan lingkungan, ditandai dengan kerusakan terumbu karang, kurang kesadaran atau ketidaktahuan para pemangku kebijakan, aturan dan penegakan hukum yang lemah, serta penangkapan ikan yang berlebihan (overfishing).
Oleh karena itu, ekspedisi akan melihat kondisi lingkungan laut dan aktivitasnya meliputi pengukuran parameter fisik, kimia, dan biologi, pengamatan respons dan pengaruh kondisi perubahan iklim (La Nina) terhadap aktivitas perikanan tangkap, dan analisis fenomena laut, dan prediksi kondisi laut ke depan.
"Termasuk IUU fishing melalui validasi terhadap jenis dan keberadaan kapal menggunakan data radar dan validasi lapangan, serta identifikasi keberadaan rumpon di perairan timur Indonesia," tutur Zulficar.
Ekspedisi diharapkan dapat menjawab berbagai isu penting kelautan dan perikanan, a.l. IUU fishing, perubahan iklim, pemodelan dinamik laut sehubungan dengan stok ikan, dan sebaran rumpon di perairan timur Indonesia.
Kawasan Laut Banda merupakan salah satu kawasan konservasi perairan nasional yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No KEP.69/MEN/2009 tentang Penetapan Kawasan Konservasi Perairan Nasional Laut Banda di Provinsi Maluku.