Bisnis.com, JAKARTA -- Pemerintah diketahui melibatkan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dalam menyiasati pengelolaan belanja negara di tengah kinerja pendapatan negara yang berpotensi mengalami shortfall pada tahun ini.
Selepas melaporkan realisasi semester I/2019 atas Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2019 dan outlook-nya di DPR, Selasa (16/7/2019), Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan bahwa pemerintah masih belum berencana untuk melakukan perubahan atas APBN dalam waktu dekat.
Sri Mulyani mengatakan, realisasi semester I/2019 dan outlook APBN 2019 masih sesuai dengan rencana.
Kondisi ekonomi makro pun masih dalam rentang proyeksi yang telah ditetapkan dan kondisi APBN 2019 disebut sama dengan kondisi tahun sebelumnya.
Outlook pertumbuhan ekonomi untuk APBN 2019 diprediksi mencapai 5,2%, inflasi 3,1%, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS Rp14.250 per dolar AS, suku bungan SPN 3 bulan 5,6%, harga ICP US$63 per barel, lifting minyak 754.000 barel per hari, dan lifting gas 1,07 juta barel setara minyak per hari.
"Kemarin dalam pembahasan dengan BPKP kalau ada beberapa pos yang perlu kami koreksi nanti kami akan lihat mekanismenya," kata Sri Mulyani, Selasa (16/7/2019).
Langkah utak atik anggaran tanpa melalui mekanisme APBN Perubahan tersebut juga telah dilakukan pemerintah pada tahun lalu di mana saat itu shortfall penerimaan pajak tertolong oleh windfall dari penerimaan sektor migas.
Baca Juga
Tidak adanya APBN 2018 Perubahan tersebut menjadi success story bagi pemerintah karena untuk pertama kalinya sejak reformasi Kementerian Keuangan berhasil mengelola APBN tanpa revisi meski terjadi gejolak global dan perlambatan ekonomi dalam negeri.
Bedanya, pada tahun ini, lesunya kinerja penerimaan pajak juga sejalan dengan lesunya penerimaan dari sektor migas seiring dengan tren bearish-nya harga komoditas global.
Pada tahun lalu, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) pernah menerbitkan aturan setingkat PMK yang mengatur tentang mekanisme penggeseran pagu anggaran.
Salah satu pagu anggaran yang digeser adalah pagu anggaran lain-lain yang digeser untuk keperluan kurang bayar subsidi bahan bakar minyak (BBM).
Kebijakan tersebut diambil oleh Kemenkeu melalui penerbitan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.105/PMK.02/2018 tentang perubahan atas PMK No.208/PMK.02/2017 tentang tata cara penggunaan dan pergeseran anggaran pada bagian bendahara umum negara (BUN) pengelolaan belanja lainnya (BA 999).
Dalam Pasal 16 dari PMK perubahan tersebut disebutkan bahwa pergeseran ke belanja subsidi (BA 999.07) dimaksudkan untuk keperluan pembayaran kurang bayar subsidi.
Apabila pada 2018 pemerintah menggeser pagu anggaran untun menutup kurang bayar subsidi, keadaan kemungkinan justru berbalik tahun ini.
Dalam data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) outlook subsidi BBM dan LPG 3 Kg yang dipaparkan di hadapan Komisi VII DPR RI pada Senin (15/7/2019).
Outlook pengalokasian subsidi untuk LPG 3 kg hanya mencapai Rp44,16 triliun, di bawah pagu APBN 2019 yang mencapai Rp75,22 triliun.
Adapun untuk outlook penggunaan subsidi BBM jenis Solar diperkirakan sedikit melebihi pagu APBN 2019.
APBN 2019 mematok alokasi subsidi Solar mencapai Rp29 triliun, sedangkan Kementerian ESDM sendiri memperkirakan bakal ada Rp30,62 triliun yang disalurkan.