Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

DILEMA APBN 2019, Antara Revisi dan Success Story

Di tengah ketidakpastian global dan lesunya harga komoditas, kinerja penerimaan pajak hingga Mei 2019 ikutan lesu.
Menteri Keuangan Sri Mulyani memberikan konferensi pers APBN KiTa di kantor Kemenkeu, Jakarta, Kamis (16/5/2019)./ANTARA-Sigid Kurniawan
Menteri Keuangan Sri Mulyani memberikan konferensi pers APBN KiTa di kantor Kemenkeu, Jakarta, Kamis (16/5/2019)./ANTARA-Sigid Kurniawan

Di tengah ketidakpastian global dan lesunya harga komoditas, kinerja penerimaan pajak hingga Mei 2019 ikutan lesu. Sejumlah pihak pun memperkirakan kinerja penerimaan pajak sepanjang 2019 berpotensi kembali di bawah target atau mengalami shortfall

Jika tahun lalu shortfall penerimaan pajak ini dapat tertutupi oleh windfall dari kinerja PNBP sektor migas, tahun ini sepertinya tidak akan terjadi mengingat laju harga komoditas global yang tengah dalam tren bearish. 

Data APBN Kita per Mei 2019 menunjukkan penerimaan pajak mencapai Rp496,65 triliun atau hanya 31,48% dari target dan tumbuh sebesar 2,43% year-on-year (yoy). Padahal, pada periode yang sama tahun sebelumnya, realisasi penerimaan pajak tumbuh 14,13% (yoy).

Kinerja penerimaan pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) pun minus 4,41% dan hanya mencapai 26,44% dari target dalam APBN 2019.

Pajak penghasilan (PPh) nonmigas selaku kontributor terbesar PPh nonmigas juga mengalami perlambatan pertumbuhan. Pada Mei 2019, penerimaan PPh nonmigas tumbuh 7,05% (yoy), di bawah pertumbuhan pada Mei 2018 yang mencapai 14,25%.

DILEMA APBN 2019, Antara Revisi dan Success Story

Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo mengatakan, menurunnya laju ekspor dan turunnya impor menjadi penyebab turunnya penerimaan pajak.

Harga komoditas yang lebih rendah dibandingkan dengan periode sebelumnya juga turut mempengaruhi penerimaan pajak 2019.

"Kami memperkirakan jika tren cenderung sama maka realisasi 2019 berada pada 89,2%-92% atau shortfall berkisar Rp127,86 triliun hingga Rp170,26 triliun," kata Yustinus, Minggu (7/7/2019).

Dengan kondisi penerimaan yang berpotensi di bawah ekspektasi tersebut, apakah pemerintah akan melakukan revisi atas APBN 2019 dalam waktu dekat? Pasalnya, seretnya setoran pajak akan berpengaruh terhadap defisit anggaran yang pada ujungnya berakibat penambahan utang negara. 

Direktur Penyusunan APBN Ditjen Anggaran Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Kunta Wibawa Dasa Nugraha mengatakan, keputusan mengenai APBN Perubahan berada di tangan presiden.

Laporan atas pelaksanaan APBN 2019 pada semester I/2019 kepada DPR RI pun baru akan diselenggarakan pada 15 Juli 2019. "Tunggu saja nanti hasilnya gimana di situ," ujarnya, Minggu (7/7/2019).

Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad mengatakan, dari seluruh asumsi makro dalam APBN 2019, baru target pertumbuhan ekonomi yang menurutnya masih melenceng dari target.

Oleh karena itu, untuk saat ini masih belum perlu dilakukan perubahan atas APBN 2019.

"Shortfall kemungkinan pada 2020 megingat penurunan PPh tahun depan dan tidak jadi tahun ini," kata Tauhid, Minggu (7/7/2019).

Namun, apabila pemangkasan PPh badan tetap direalisasikan tahun ini, pemerintah perlu melaksanakan perubahan atas APBN 2019 karena shortfall yang timbul diperkirakan bisa mencapai Rp150 triliun. PNBP pun dipandang masih belum mampu menutup berkurangnya penerimaan tersebut. 

Tauhid mengatakan, baik PNBP SDA maupun PNBP lainnya belum bisa menyokong pendapatan negara apabila pertumbuhannya masih cenderung sama sepanjang 5 tahun terakhir.

PNBP dari dividen BUMN dan PNBP non-SDA masih mungkin untuk digenjot, sedangkan PNBP SDA sulit untuk ditingkatkan karena harga komoditas yang diprediksi stagnan.

Sekretaris Jenderal Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Misbah Hasan juga mengatakan bahwa perubahan atas APBN 2019 belum mendesak.

"Berdasarkan pengalaman APBN 2018 yang tanpa perubahan, saat itu juga terjadi ketidaktepatan asumsi makro ekonomi, seperti pertumbuhan ekonomi, nilai tukar rupiah, dan ICP, akan tetapi tidak signifikan," kata Misbah, Minggu (7/7/2019).

Oleh karena itu, Misbah menuturkan bahwa pemerintah perlu lebih kreatif untuk menggejot penerimaan pajak serta PNBP.

Apabila pemerintah masih belum mampu meningkatkan PNBP, Misbah berpendapat sudah sangat bagus apabila pemerintah berhasil mengurangi potential loss dari PNBP.

Terakhir, baik Tauhid maupun Misbah berpandangan bahwa perubahan atas APBN tidak ideal untuk dilaksanakan pada masa transisi.

Menurut Tauhid, perubahan APBN 2019 pasca-Pemilu 2019 tidak terlalu efektif karena pada Oktober nanti bakal ada menteri baru yang mengisi kursi pemerintahan, sedangkan penetapan APBN perubahan dilaksanakan pada Juli 2019.

Misbah mengatakan, perubahan atas APBN 2019 bakal menimbulkan intervensi politik sehingga diyakini akan mengganggu target pembangunan yang sudah ditetapkan. 

Tahun ini memang menjadi tahun yang sulit dan dilematis bagi pengelolaan anggaran. Pada satu sisi, pemerintah punya success story di mana mampu mengelola APBN 2018 tanpa revisi di tengah gejolak global. Pada sisi lain, pemerintah harus tetap menjaga kinerja belanja negara untuk menopang ekonomi dalam negeri yang butuh stimulus di tengah kinerja penerimaan negara yang seret. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Muhamad Wildan
Editor : Achmad Aris

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper