Bisnis.com, JAKARTA -- Pemerintah terus melakukan efisiensi terhadap anggaran transfer daerah untuk mendukung program Presiden Prabowo Subianto. Selain belanja infrastruktur hingga dana otonomi khusus, pos anggaran lain yang diarahkan untuk mendukung kebijakan pemerintah pusat adalah dana desa.
Dalam catatan Bisnis, dana desa semula digunakan untuk menggerakkan ekonomi di pedesaan. Salah satu sasaran utamanya adalah untuk membangun konektivitas antara desa dengan wilayah lainnya, termasuk membangun saluran irigasi untuk mendukung aktivitas pertanian.
Namun demikian, melalui implementasi PMK No.49/2025 tentang Tata Cara Pinjaman Dalam Rangka Pendanaan Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih, pemerintah pusat menekankan supaya pemerintah daerah maupun pemerintah desa memberikan persetujuan untuk penggunaan dana desa termasuk dana bagi hasil (DBH) maupun dana alokasi umum (DAU) sebagai jaminan pinjaman koperasi merah putih.
"Persetujuan dari bupati/wali kota atau kepala Desa berdasarkan hasil musyawarah pembangunan kelurahan/musyawarah Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) termasuk persetujuan penggunaan Dana
Desa atau DAU/DBH untuk mendukung pengembalian Pinjaman KKMP/KDMP sebagaimana dimaksud pada ayat (1)."
Sementara itu, Pasal 11 ayat (2) menegaskan klausul di atas bahwa penempatan dana untuk menutupi kekurangan angsuran pokok dan bunga/margin/bagi hasil pinjaman bersumber dari dana desa untuk KopDes Merah Putih atau dana alokasi umum atau dana bagi hasil (DAU/DBH) untuk KopKel Merah Putih.
Baca Juga
Menteri Koperasi (Menkop) Budi Arie Setiadi menuturkan bahwa penggunaan dana desa sebagai jaminan pembayaran KopDes/Kel Merah Putih diperuntukkan guna menjamin keberlanjutan program yang diusung Presiden Prabowo Subianto.
“Perlu diluruskan, dana desa bukan sebagai jaminan dalam pengertian agunan. Skemanya lebih ke arah penjaminan fiskal atau fiscal backstop, untuk menjamin keberlanjutan program [KopDes/Kel Merah Putih],” kata Budi kepada Bisnis, dikutip pada Selasa (29/7/2025) lalu.
Budi menjelaskan jika di kemudian hari ada koperasi yang belum bisa membayar pinjaman tepat waktu, maka ada mekanisme penyangga yang bisa digunakan agar program tetap jalan dan tidak membebani koperasi secara berlebihan.
“Ini [dana desa] dilakukan agar bank merasa lebih nyaman memberikan pembiayaan murah atau hanya 6% suku bunga, sekaligus memastikan program berjalan dengan tata kelola yang baik,” ujarnya.
Di samping itu, Budi menambahkan bahwa penggunaan dana desa juga tetap harus akuntabel dan sesuai mekanisme perundang-undangan. “[Penggunaan dana desa] tidak bisa dipakai sembarangan,” imbuhnya.
Besaran Pinjaman
Seperti diketahui, setiap KopDes/Kel Merah Putih akan mendapatkan plafon pinjaman hingga Rp3 miliar dengan suku bunga/margin/bagi hasil kepada penerima pinjaman sebesar 6% per tahun.
Selain itu, juga terdapat jangka waktu pinjaman (tenor) paling lama 72 bulan, masa tenggang (grace period) pinjaman selama 6 bulan atau paling lama 8 bulan, dan periode pembayaran angsuran dilakukan secara bulanan.
Nantinya, plafon pinjaman senilai Rp3 miliar itu dipergunakan untuk belanja operasional paling banyak Rp500 juta. Selanjutnya, plafon pinjaman senilai Rp3 miliar itu juga berlaku untuk KopDes/Kel Merah Putih yang dibentuk oleh beberapa desa atau kelurahan.
Sebelumnya diberitakan, Tenaga Ahli Utama Kantor Komunikasi Kepresidenan Fithra Faisal Hastiadi mengatakan dana desa yang menjadi jaminan KopDes/Kel Merah Putih merupakan bagian dari mitigasi risiko jangka menengah panjang pemerintah.
“Karena biar bagaimanapun risiko itu pasti akan ada, ada risiko gagal bayar dan seterusnya,” ungkap Fithra saat ditemui di Hotel Pullman Jakarta, Senin (28/7/2025).
Fithra menuturkan bahwa pemerintah harus memitigasi agar risiko kredit macet (non-performing loan/NPL) bank Himbara tidak melonjak imbas plafon pinjaman bernilai jumbo kepada KopDes/Kel Merah Putih.
“Kalau risiko itu ada, bagaimana cara untuk menjamin supaya perbankan ini nanti tidak meningkat rasio NPL-nya. Nah salah satunya adalah melalui penjaminan dana desa itu. Jadi ini adalah hal yang jadi win-win buat semuanya,” terangnya.
Di samping itu, dia menyampaikan bahwa pemerintah mengantisipasi risiko gagal bayar dengan memberikan dana desa yang setiap tahun dikucurkan.
“Dalam setiap pendanaan pasti ada potensi risiko itu, makanya pemerintah juga coba untuk menjamin lewat dana desa yang memang yang dikeluarkan kan setiap tahunnya,” ucapnya.
Fithra menjelaskan jaminan dana desa itu agar KopDes/Kel Merah Putih bisa mendapatkan akses pendanaan langsung dari bank Himbara. Di sisi lain, kata dia, Himbara juga tidak perlu khawatir untuk menyalurkan plafon pinjaman ke KopDes/Kel Merah Putih.
Namun, sambung dia, perbankan juga harus memberikan asesmen terhadap rencana bisnis setiap KopDes/Kel Merah Putih. “Jadi tidak semuanya asalkan Koperasi Merah Putih judulnya, makanya itu akan dikasih dana. Enggak. Mereka kan juga harus memberikan semacam asesmen dulu di awal,” katanya.
Efisiensi Anggaran TKD
Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati telah menetapkan tata cara efisiensi dana transfer ke daerah (TKD) melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 56/2025, sebagai bagian dari langkah mendukung program prioritas Presiden Prabowo Subianto di tengah keterbatasan ruang fiskal akibat tersendatnya penerimaan negara.
Berdasarkan Pasal 17 ayat (1), efisiensi TKD diberlakukan terhadap alokasi yang digunakan untuk infrastruktur, dana otonomi khusus (otsus) dan keistimewaan daerah, dana yang belum dirinci per daerah dalam APBN tahun berjalan, hingga alokasi yang tidak digunakan untuk pelayanan dasar di bidang pendidikan dan kesehatan. Kebijakan juga mencakup TKD lain sesuai arahan presiden.
Sementara dalam Pasal 17 ayat (4) dan (5) diatur bahwa dana TKD hasil efisiensi akan dicadangkan dan tidak disalurkan, kecuali terdapat arahan lain dari presiden.
Dijelaskan bahwa hasil efisiensi TKD dapat berbentuk alokasi per daerah maupun alokasi yang belum dirinci. Dana hasil efisiensi yang dicadangkan akan menjadi dasar penyesuaian rincian alokasi TKD per provinsi/kabupaten/kota atau per bidang, yang kemudian diadopsi dalam APBD masing-masing daerah.
Selain itu, Pasal 19 mengatur mekanisme pergeseran anggaran TKD yang telah dicadangkan ke Subbagian Anggaran Bendahara Umum Negara Belanja Lainnya. Proses ini dilakukan tanpa memerlukan reviu Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) dan mempertimbangkan kebutuhan anggaran serta karakteristik masing-masing jenis TKD.
Pemerintah juga membuka kemungkinan penggunaan dana hasil efisiensi untuk membiayai belanja pegawai, operasional kantor, pelaksanaan tugas dan fungsi dasar, layanan publik, maupun kegiatan prioritas presiden, dengan persetujuan menteri keuangan.
Kebijakan ini mulai berlaku sejak diundangkan pada 5 Agustus 2025. Sebelumnya, Sri Mulyani sudah menegaskan bahwa efisiensi anggaran akan berlanjut pada tahun depan.
Sementara Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara menjelaskan bahwa kementeriannya bakal mengumumkan lebih lanjut soal implementasi PMK tersebut. Mantan Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) itu menuturkan, efisiensi akan terus dilakukan karena merupakan keinginan setiap lembaga.
"Kalau efisiensi kan memang sudah menjadi keinginan kita setiap lembaga. Terus mencari efisiensi dalam anggaran. Jadi lanjut terus aja, dalam pelaksanaan, dalam perencanaan," tuturnya di Istana Kepresidenan, Rabu (6/8/2025).