Bisnis.com, JAKARTA — Kesiapan APBN menampung kebutuhan pemerintah pada 2025 mulai dipertanyakan, usai Presiden Prabowo Subianto melakukan berbagai manuver kebijakan—mulai perubahan arah perpajakan hingga pelebaran jumlah kementerian/lembaga.
Usulan agar Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menerbitkan APBN Perubahan 2025 pun muncul ke permukaan. Wakil Ketua Komisi XI DPR Dolfie OFP menekankan perubahan arah kebijakan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) 12% dari yang berlaku umum menjadi khusus untuk barang mewah akan berdampak ke penerimaan negara.
Dalam penyusunan Undang-Undang Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (UU APBN) 2025, sambungnya, DPR dan pemerintah sudah sepakat penerapan tarif PPN 12% harus membuat kinerja ekonomi nasional lebih baik termasuk peningkatan layanan publik dan efektivitas belanja pemerintahan.
Dolfie pun mengingatkan jika terjadi manuver dalam kebijakan perpajakan dan belanja pemerintahan maka UU APBN 2025 sudah memberi ruang adanya perbaikan penyusunan penganggaran.
"Dalam UU APBN 2025, pemerintah memiliki ruang untuk melakukan APBN Perubahan/Penyesuaian apabila terdapat perubahan kebijakan-kebijakan fiskal," jelas Dolfie dalam keterangannya, Rabu (1/1/2025).
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati tidak menampik bahwa ada potensi penerimaan negara hilang Rp75 triliun akibat tarif PPN 12% hanya berlaku untuk barang mewah yang selama ini menjadi objek pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM).
Baca Juga
Kendati demikian, dia meminta setiap pihak memberi waktu kepada otoritas menjalankan APBN 2025 terlebih dahulu. Menurutnya, dinamika politik dan ekonomi masih panjang dalam 12 bulan ke depan
"Kita akan terus update setiap bulan. Jadi saya berharap teman-teman nanti bisa bersabar untuk melakukan dan mengikuti perkembangan APBN 2025," ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers di Kantor Kemenkeu, Jakarta Pusat, Senin (6/1/2025).
Bendahara negara itu pun menegaskan pihaknya akan memitigasi berbagai konsekuensi dari kebijakan-kebijakan yang diambil. Dia percaya diri pemerintah bisa menghadapi berbagai tantangan perekonomian ke depan usia berhasil gejolak saat Covid-19 hingga pasca pandemi.
Bagaimanapun, sambungnya, APBN 2025 sudah ditetapkan melalui Undang-Undang sehingga harus dijalankan. Hanya saja, Sri Mulyani juga tidak menutup kemungkinan-kemungkinan yang ada termasuk penerbitan APBN Perubahan.
"Tapi di sisi lain kalau ada ruang untuk manuver, tetap kita lakukan di dalam koridor undang-undang," katanya.
Tak hanya perubahan arah kebijakan PPN 12%, banyaknya kementerian/lembaga pemerintahan Prabowo-Gibran juga kerap menjadi sorotan. Ditakutkan, APBN akan terbebani anggaran belanja kementerian/lembaga.
Menangani itu, Direktur Jenderal Anggaran Kemenkeu Isa Rachmatarwata menyatakan pemerintah dan DPR sudah menyusun APBN 2025 yang fleksibel. Dengan begitu, klaimnya, APBN 2025 bisa beradaptasi dengan struktur pemerintahan yang semakin 'gemuk'.
"Berbagai perubahan di format kementerian itu sudah terakomodasi di dalam APBN 2025 yang memungkinkan perubahan-perubahan bisa dilakukan oleh pemerintah tanpa melakukan revisi," ujar Isa dalam konferensi pers di Kantor Kemenkeu, Jakarta Pusat, Senin (6/1/2025).