Bisnis.com, JAKARTA -- Pemerintah optimistis proyek pengusahaan sistem penyediaan air minum (SPAM) Jatiluhur Tahap I bisa bergulir ke tahap pelelangan di paruh kedua 2019. SPAM Jatilhur I yang menelan investasi Rp1,92 triliun ini akan menjadi proyek kerja sama dengan kapasitas produksi air paling besar di Indonesia.
Badan Peningkatan Penyelenggaraan SPAM Kementerian Pekerjaan Umum & Perumahan Rakyat (PUPR) melansir, Perum Jasa Tirta II (PJT II) selaku penanggung jawab dalam proyek tersebut tengah mempersiapkan tahapan pelelangan. Di samping itu, dalam pekan ini bakal diteken perjanjian induk antardaerah yang menjadi pihak pembeli air atau offtaker.
Anggota BBSPAM, Henry M. Limbong mengatakan perjanjian induk merupakan lanjutan dari kesepakatan antara PJPK dengan pihak pembeli yang diteken pada September 2018 lalu. Kesepakatan itu mencakup jadwal penyerapan air dan tarif dasar yang ditetapkan 3.200 per meter kubik.
"Nanti ada finalisasi perjanjian induk antar kepala daerah daerah yang mewakili pemilik daripada offtaker. Mereka itu siap menugaskan PDAM masing-masing untuk menyerap [air dari SPAM Jatiluhur]," jelasnya kepada Bisnis, Senin (17/6/2019).
Sebagaimana diketahui, empat Perusahaan Daerah Air Minum yang menjadi offtaker dalam proyek SPAM Jatiluhur, yaitu Kabupaten Karawang, Kabupaten dan Kota Bekasi serta DKI Jakarta. Sebanyak 4.000 liter per detik (lpd) akan didistribusikan ke wilayah Jakarta. Sementara itu, sisanya akan disalurkan ke Kabupaten Bekasi dan Karawang sebanyak 350 lpd dan 300 lpd untuk wilayah Kota Bekasi.
Henry menambahkan, setelah perjanjian induk diteken, PJPK bisa menggelar tahap permintaan penawaran atau request for proposal (RfP). Saat ini, ada empat peserta yang bisa mengajukan penawaran setelah lulus tahap prakualifikasi, yaitu PT Adaro Tirta Mandiri, konsorsium PT PP Tbk. - PT Jakarta Propertindo, konsorsium PT Jaya Konstruksi Manggala Pratama Tbk. - PT Wijaya Karya Tbk. - PT Tirta Gemah Ripah, dan konsorsium PT Aetra Air Jakarta - PT Moya Indonesia.
Baca Juga
Di lain pihak, Perum Jasa Tirta II selaku penanggung jawab proyek kerja sama (PJPK) telah mengajukan penjaminan kepada pemerintah atas risiko gagal bayar dan risiko terminasi. Direktur Keuangan PJT II, Haris Zulkarnain mengatakan nilai penjaminan yang diajukan untuk risiko gagal bayar dan risiko terminasi masing-masing Rp700 miliar dan Rp1,2 triliun.