Bisnis.com, JAKARTA – Aktivitas manufaktur Indonesia menurun pada bulan lalu, seiring dengan turunnya jumlah pekerjaan baru yang menyebabkan penurunan tajam pada output.
Hal tersebut turut berimbas pada keyakinan berbisnis yang mencapai tingkat terendah dalam kurun waktu lebih dari empat tahun atau sejak April 2013. Meski demikian, tingkat inflasi baik pada biaya input maupun output mereda.
Berdasarkan rilis dari IHS Markit, Nikkei Indonesia Manufacturing Purchasing Managers’ Index (PMI) turun dari level 49,5 pada Juni ke posisi 48,6 pada Juli, level terendah dalam satu tahun.
Seperti diketahui, angka di atas 50 mengindikasikan ekspansi ekonomi, sementara pencapaian di bawah level 50 menunjukkan kontraksi. Data manufaktur terbaru pada Juli tersebut sekaligus menunjukkan kontraksi untuk bulan kedua berturut-turut.
Selain penurunan pada total pekerjaan baru, permintaan asing untuk barang produksi Indonesia pun turun pada Juli. Meski hanya berkisaran kecil, penurunan pada pesanan ekspor baru mengakhiri periode tiga bulan ekspansi.
Permintaan klien yang melemah mendorong pelaku manufaktur untuk mengurangi pengeluaran pada Juli, dengan ketenagakerjaan dan tingkat pembelian menurun sejak Juni.
Produsen barang juga menandai preferensi untuk tingkat stok rendah (rata-rata), dengan inventaris pra maupun pascaproduksi menurun pada Juli. Penurunan pada kondisi operasional menimbulkan efek kumulatif terhadap sentimen bisnis.
“Pelaku manufaktur Indonesia melaporkan periode sulit pada Juli, dengan penurunan output yang semakin menguat di tengah-tengah penurunan arus bisnis baru,” ujar Pollyanna De Lima, Ekonom IHS Markit, dikutip dari laman Markit Economics.
“Kondisi permintaan yang menurun baik dari domestik maupun eksternal menandai kemunduran sektor tersebut, dengan diikuti perusahaan mengurangi tingkat stok, yang berdampak pada pembelian dan ketenagakerjaan,” lanjutnya.