Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Awas! KPPU & KPK Incar "Importir Nakal" Komoditas Pangan

Komisi Pengawas Persaingan Usaha menggandeng Komisi Pemberantasan Korupsi memprioritaskan pengawasan praktik importasi komoditas pangan yang tidak sehat dan rawan menguntungkan segelintir pihak, sebagai langkah kerja bersama.
Ilustrasi korupsi/Courtesy of priestslife.org
Ilustrasi korupsi/Courtesy of priestslife.org

Bisnis.com, JAKARTA - Komisi Pengawas Persaingan Usaha menggandeng Komisi Pemberantasan Korupsi memprioritaskan pengawasan praktik importasi komoditas pangan yang tidak sehat dan rawan menguntungkan segelintir pihak, sebagai langkah kerja bersama.

Direktur Penindakan KPPU Goprera Panggabean mengatakan komunikasi insentif yang dilakukan pihaknya dengan KPK untuk tukar informasi untuk bersama, mengawasi sesuai tupoksi masing-masing.

Menurutnya, di sektor pangan, setidaknya ada lima komoditas utama yang diawasi. Khususnya bagi produk yang selama ini, kebutuhannya masih bergantung pada impor.

“Proses penunjukkan perusahaan pengimpor harus lebih baik. Kami melihat mana saja yang masih rawan pemanfaatan dan menguntungkan pihak-pihak tertentu,” tuturnya kepada Bisnis, Rabu (18/1/2017).

Bagi KPK sendiri, penting untuk melihat, apakah penyelenggara negara terlibat dalam pengambilan keputusan. Bagi KPPU, Goprera menambahkan pihaknya membutuhkan KPK yang begitu kuat di bidang kewenangan investigasi, sehingga mempermudah penelusuran dugaan praktik persaingan tidak sehat.

“Kami punya data, KPK juga demikian. Dari situ bisa saling mendukung, dan mengawasi jika memang ada praktik tidak sehat,” ujarnya.

Dalam beberapa tahun terakhir, KPPU dan KPK menjalin komunikasi intensif untuk saling mendukung penguatan kinerja. Misalnya, pada 2014 ditandatangani kesepakatan upaya pengawasan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat serta pencegahan dan pemberantasan tindak korupsi di Indonesia.

Pada tahun lalu, komunikasi intensif kedua lembaga negara ini terjalin untuk membongkar persengkongkolan usaha yang dilakukan oleh para pelaku usaha. Kerja sama dengan KPK dianggap strategis mengingat, persekongkolan yang biasanya horizontal antara pelaku usaha, ditemukan juga persekongkolan vertikal antara pelaku usaha dengan pihak terkait pemerintah.

KPPU sendiri, fokus mengawasi persaingan usaha sektor pangan, terbukti dengan menghukum 32 perusahaan penggemukan sapi (feedloter) dengan tuduhan melakukan praktik kartel atau persekongkolan usaha.

Tiga puluh dua feedloter tersebut dianggap melakukan kartel lewat kesepakatan di dalam Asosiasi Produsen Daging dan Feedlot Indonesia (Apfindo). Selain itu, memutus bersalah 12 perusahaan dalam praktik kartel ayam. Karena terbukti bersepakat melakukan apkir dini induk ayam (parent stock) pada 14 September 2015.

Komoditas pangan yang pasokannya masih harus dipenuhi dengan dukungan impor, seperti gula konsumsi, raw sugar, beras, jagung, sapi bakalan dan daging sapi, menjadi sorotan seiring dengan terseretnya oknum ke meja hijau.

Sepanjang 2016, Indonesia setidaknya mengimpor gula konsumsi mencapai 600.000 ton, raw sugar 3,22 juta ton, beras 800.000 ton, jagung 840.000 ton dan sapi bakalan 600.000 ton.

Pengamat Pertanian Khudori menganggap potensi kecurangan tetap ada dalam upaya mendapat bagian aktivitas impor komoditas, baik dari segi celah peraturan maupun perilaku dunia usaha. Dia mengatakan persoalan tata niaga masih menjadi pekerjaan rumah, khususnya di bidang pangan.

“Terkait rantai pasok untuk beberapa komoditas, kebijakan khusus terkai penimbunan komoditas, perlu dibenahi. KPK dan KPPU bisa masuk untuk mengawasi itu,” katanya.

Khudori menyebut, dari Peraturan Presiden No. 71/2015 tentang Penetapan dan Penyimpanan Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting, menjadi celah bagi KPK dan KPPU untuk masuk dan dimanfaatkan penegak hukum.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper